NPM, Manado – Hasil debat pilpres pertama, Selasa (12/12/2023) malam, melahirkan beragam tanggapan. Jika kualitas debat selanjutnya akan seperti itu, maka siapapun yang akan terpilih dari ketiganya belum tentu Indonesia akan menjadi lebih baik bahkan bisa menjadi lebih buruk.
“Perdebatan semalam seperti seri sinetron yang mengandung sisi menarik, karena saling menjatuhkan dan ada sedikit menampilkan lawakan bak artis-artis komedi,” kata Dosen Ilmu Politik FISIP Unsrat Ferry Daud Liando ketika dimintai tanggapan.
Ferry meragukan kualitas ketiga capres saat menjalani debat itu.
Janji-janji yang ditawarkan bukan sesuatu yang taktis dan inovatif. “Gagasan yang dimunculkan hanya di adopsi dari isi konstitusi dan program jangka panjang yang sudah menjadi undang-undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Negara atau RPJMN,” sebutnya.
Materi-materi dalam konstitusi maupun materi RPJMN merupakan kesepakatan politik dan wajib di eksekusi oleh siapapun presiden yang akan terpilih.
Isu HAM, Hukum, Pelayanan Publik, Keadilan dan kesejahteraan merupakan given yaitu suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh siapapun yang akan menjadi presiden.
Hal yang diharapkan dalam debat pilpres bukan mengcopy paste apa yang memang sudah di wajibkan, akan tetapi apa pilihan strategi, solusi dan apa yang paling di prioritaskan.
Jika tiga aspek ini menjadi muatan debat maka bisa jadi akan ada perdebatan karena bisa beda strategi, bisa beda solusi dan bisa beda prioritas. Mana pilihan yang di claim paling realistis dan paling dibutuhkan masyarakat maka memerlukan gagasan.
Dari gagasan itulah yang akan mendapat penilaian publik apakah akan dipilih atau tidak dipilih.
Karena konsep debat hanya copy paste dari sesuatu yang given maka dalam beberapa bagian debat justru ada yang saling mendukung konsep satu sama lain. Padahal makna debat itu sesungguhnya adalah saling menyangga, dan berlomba-lomba meyakinkan publik tentang pilihan wacana kebijakan publik yang ditawarkan.
“Sifat saling menyerang dan saling menjatuhkan lawan debat tadi malam justru seperti mengubah aibnya sendiri ke publik.
Serangan capres 1 ke capres 2 tentang buruknya kinerja pemerintahan saat ini sama halnya dengan membuka aibnya sendiri. Sebab presiden saat ini diusung oleh Nasdem dan PKB pada pilpres 2014 dan 2019,” ujar Liando.
Kemudian di jajaran menteri terdapat kader-kader Nasdem dan PKB sebagian masuk penjara karena koruptor ketika berkuasa saat ini.
Serangan capres 2 terhadap buruknya kinerja capres 1 saat menjabat gubernur DKI Jakarta juga membuka aibnya sendiri sebab Guberbur Anies di usung Gerindra parpolnya Prabowo.
Serangan capres 3 ke capres 2 tentang kondisi pemerintahan yang buruk saat ini sama halnya menjatuhkan derajat parpol yang mengusung presiden pada pilpres 2019 yang kebetulan mengusung capres 3 saat ini.
Serangan capres 3 tentang buruknya penegakan hukum dan HAM sama halnya dengan melemahkan pasangan cawapresnya yang saat ini mejabat menkopolkumham.
Serangan capres 1 dan 3 tentang IKN sama dengan menyerang parpol-parpol yang mengusungnya. Sebab UU IKN diundangkan setelah persetujuan DPR RI yang beranggotakan semua parpol di DPR kecuali PKS.
“Jadi hasil debat tadi malam melahirkan banyak keraguan. Jika salah satu terpilih maka Indonesia terancam menjadi lebih buruk. Semoga debat pilpres kedua dan ketiga akan menjadi beda seperti semalam,” tuntasnya. (don)