Sulut  

Golput Bisa Diharamkan, Tapi tak Boleh di Hukum

Ferry Daud Liando. (ist/npm)

NPM, Manado – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis menyebut golongan putih (golput) atau memilih untuk tidak memilih di Pemilu 2024 itu hukumnya haram.

Cholil menegaskan bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa bertalian dengan hal tersebut pada Pemilu 2009 silam.

Dosen Kepemiluan Fisip Unsrat, Ferry Daud Liando menanggapi bahwa penetapan aksi golput yang diharamkan oleh MUI dapat dimaknai sebagai desakan agar warga negara harus ikut bertanggungjawab atas kualitas pemilu.

Sebab salah satu standar kualitas pemilu adalah legitimasi politik.

Semakin banyak pemilih yang menyalurkan hak pilihnya, maka pemilu akan semakin legitimate.

Namun demikian, hukum positif di Indonesia tidak mewajibkan warga negara yang telah memenuhi syarat untuk harus memilih.

Baik Konstitusi UUD 1945 maupun UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak melarang adanya golput apalagi adanya konsekwensi hukum ketika ada warga negara tidak memilih.

“Golput merupakan singkatan dari golongan putih atau pemilih yang tidak menggunakan hak politiknya pada pemilu,” ujarnya, Senin (18/12/2023).

Katanya, terdapat beberapa kemungkinan penyebab warga negara tidak menggunakan hak politiknya.

Pertama ada keyakinan baginya bahwa pemilu tidak akan berdampak pada dirinya. Tidak ada orang miskin menjadi kaya ketika memilih. Tidak ada korupsi yang bisa dicegah usai pemilu, tidak ada pelayanan publik menjadi lebih baik ketika pemilu usai. Jadi golput terjadi karena adanya keyakinan tidak akan ada perubahan.

Kedua ketidakpercayaanya terhadap calon-calon yang berkontestasi. Baginya calon-calon yang berkompetisi tidak ada satupun yang layak dan pantas menduduki jabatan yang akan dipilih. Sehingga datang ke TPS hanya seperti buang-buang waktu saja.

Ketiga karena ada tuntutan pekerjaan. Warga lebih memilih bekerja ketimbang ikut mencoblos.

“Di beberapa negara memang mewajibkan warganya untuk harus datang ke TPS. Australia dan Korea Utara menerapkan denda atau sanksi jika ada warganya tidak memilih,” ungkap dia.

Namun aturan di Indonesia, ujar Ferry, memilih bukan sesuatu yang wajib tapi atas dasar kesadaran.

“Pengalaman berkali-kali terjadi indonesia, sebagian besar pemilih datang ke TPS untuk memilih disebabkan di mobilisasi dengan uang atau imbalan lain,” tandasnya. (don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *