BP3MI Warning Warga Tidak Bekerja di Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam

Istimewa

NPM, Manado – Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulawesi Utara (Sulut) gaungkan darurat tenaga kerja ilegal di luar negeri.

“Saat ini kondisi Sulawesi Utara sedang darurat. Ada wabah sosial ya, masyarakat saat ini senang kerja di Kamboja,” kata Kepala BP3MI Sulut, Syachrul Afriyadi, SKom, MAP, Jumat (13/06/2025).

Sosialisasi tengah dilakukan. Salah satunya di Sinode GMIM. “Saya sampaikan mohon bantuan memberikan pemahaman kepada masyarakat,” ujar Syachrul.

Dia menjelaskan tentang bahaya kerja di luar negeri yang tidak memiliki perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Indonesia.

“Kami tidak bosan-bosannya memberikan pemahaman kepada masyarakat. Berangkat kerja ke Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam tidak dibenarkan,” tegasnya.

Larangan tersebut atas beberapa pertimbangan. Di antaranya adanya kasus terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Di mana kasus tersebut diantaranya menimpa pekerja Indonesia.

BP3MI Sulawesi Utara sendiri banyak menerima laporan dari masyarakat.

“Oleh sebab itu, kami mengimbau berangkatkan kerja ke negara yang memiliki kerjasama dengan Pemerintah Indonesia,” imbuhnya.

Saat ini BP3MI Sulawesi Utara mencatat ada peluang kerja yang sangat terbuka.

“Kami mencatat ada 1,7 juta peluang kerja di luar negeri. Kita belum bisa penuhi semua,” terang Syachrul Afriyadi.

Sementara Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Wawan Fahrudin SSos ME menyambut baik sinergitas dengan BP3MI.

“Kuncinya kolaborasi ya. Hak warga bisa kerja di manapun tapi kalau sudah jadi korban kita upayakan memberi perlindungan,” kata Fahrudin.

Pihaknya tidak bisa bekerja optimal karena keterbatasan personel. Perlu ada sinergi dengan pihak terkait seperti BP3MI.

“Kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri, harus bekerja sama. Kita berbagi peran dengan teman-teman BP3MI,” tuturnya.

Fahrudin mengatakan proses penempatan prosedural harus sesuai dengan regulasi yang berlaku.

“Ketika ada korban tindak pidana perdagangan orang kami bisa lakukan penanganan,” jelasnya.

Katanya, laporan dugaan TPPO di Sulut masih terbilang rendah. Minimnya pengaduan korban menjadi bagian dari introspeksi lembaganya.

“Ini bisa jadi ketidakhadiran kami dirasakan masyarakat,” ujarnya didampingi Sekretaris Jenderal LPSK, Sriyana.

Hal tersebut kemungkinan dikarenakan cara mengadukan kasus di kantor LPSK yang ada di Jakarta.

Namun, Fahrudin menegaskan dalam waktu dekat ini akan hadir Kantor Penghubung LPSK di Sulut agar bisa dijangkau masyarakat.

“Kantornya sementara disiapkan, rencananya di Kawasan Megamas,” kata dia.

Kendati demikian, Fahrudin menyebut pihaknya bisa lakukan perlindungan kepada para korban setelah melalui asesmen.

“Ada prosesnya. Untuk lewat material akan kami lakukan asesmen, dilakukan pemeriksaan lebih mendalam soal masalah yang dilaporkan. Apabila memenuhi persyaratan kami lanjutkan perlindungan,” tuturnya. (don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *