Lumempouw Desak Kejari Tegakkan Hukum Secara Adil Dalam Kasus Korupsi Perjalanan Dinas di DPRD Bitung

Berty Alan Lumempouw. (dok)

NPM, Manado – Garda Tipidkor Indonesia Sulawesi Utara melalui Berty Alan Lumempouw SH mendesak pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung tidak melakukan tebang pilih dalam penindakan dugaan korupsi pada perjalanan dinas anggota (DPRD) Kota Bitung, Sulawesi Utara, periode 2019 – 2024, untuk penggunaan anggaran 2022-2023.

Kasus yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,3 miliar ini dinilai penanganannya tidak adil dan mengkhawatirkan.

“Hingga saat ini, Kejaksaan Negeri Bitung telah menetapkan 9 orang sebagai Tersangka (TSK), yang terdiri dari 5 orang mantan anggota dewan dan 4 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Sekretariat DPRD Kota Bitung,” tukasnya.

Selain itu, katanya, sebanyak 26 orang telah dicekal dan dilarang berpergian ke luar negeri, yang meliputi 17 anggota dewan periode 2019- 2024 dan 9 orang staf di Sekretariat Dewan.

“Namun, yang menjadi sorotan adalah belum ditetapkannya 5 orang anggota dewan aktif yang masih menjabat hingga sekarang sebagai tersangka. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keberanian dan keadilan penegakan hukum,” tandasnya.

Berty Lumempouw SH, Pembina Garda Tipidkor Indonesia Sulawesi Utara menyatakan keprihatinan yang mendalam.

“Jangan sampai terkesan bahwa Kejaksaan Negeri Bitung hanya berani memproses sampai pada TSK yang sudah tidak menyandang status anggota dewan alias tidak punya kekuasaan atau kekuatan secara politik. Sementara mereka yang masih menjabat atau berstatus dewan yang punya kekuasaan politik lewat partai politik tidak berani diproses,” tegas Lumempouw.

Lumempouwpun menegaskan, pengembalian kerugian negara (TGR) tidak serta-merta menghapus pidana pelaku.

“Perlu diingat bahwa berdasarkan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana, baik untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain. Niat jahat (mens rea) dalam kasus ini sudah sangat jelas, dengan adanya dugaan pelaporan fiktif dan mark-up biaya penginapan,” paparnya.

Lebih lanjut, Lumempouw menyoroti alasan Kejari Bitung yang menyatakan bahwa hasil Ekspose Perkara  terhadap 5 anggota dewan aktif tersebut di Kejaksaan Agung belum diterima.

“Harusnya pihak Kajari Bitung mempertanyakan hal tersebut ke Kejagung di Jakarta, sekaligus menyampaikan masalah ini kenapa belum ada hasil, karena masyarakat menunggu. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut tanpa kejelasan sehingga kami bisa menduga ada sesuatu, apakah ada kompromi atau deal-dealan, atau bahkan intervensi politik dari partai politik mengingat yang terlibat adalah anggota dewan,” tandasnya.

Garda Tipidkor Indonesia Sulawesi Utara mendesak Kejari Bitung untuk :

1. Menunjukkan profesionalisme dan independensi dalam penanganan kasus ini.

2. Menetapkan seluruh pihak yang terlibat sebagai tersangka tanpa pandang bulu, termasuk anggota dewan yang masih aktif.

3. Mengusut tuntas dugaan intervensi politik yang dapat menghambat proses hukum.

4. Memberikan kejelasan dan transparansi kepada publik mengenai progress penanganan kasus.

“Masyarakat mengharapkan proses hukum yang berjalan jujur, adil, dan tanpa diskriminasi untuk memulihkan kerugian negara dan memberi efek jera.” pungkasnya.

(Rogam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *