Upacara 10 November di TMP Kairagi, Gubernur Yulius: Lanjutkan Cita-cita Pahlawan 

Gubernur Yulius Selvanus saat memimpin upacara Hari Pahlawan 10 November 2025. (ist)

NPM, Manado – Langit Manado pagi itu berwarna kelabu. Angin lembut berembus di antara batu nisan yang berjejer rapi di Taman Makam Pahlawan, Kairagi.

Daun-daun kering berjatuhan pelan, seolah ikut menunduk memberi hormat pada mereka yang telah mendahului.

Di tengah kesunyian yang khidmat, suara komando menggema, tegas, namun sarat emosi.

Mayjen (Purn) TNI Yulius Selvanus berdiri tegak memimpin upacara peringatan Hari Pahlawan Nasional, Senin (10/11/2025).

Seragam dinasnya rapi, wajahnya teduh, namun di matanya terpancar haru yang sulit disembunyikan.

Di hadapan para veteran, prajurit, pelajar, dan masyarakat yang hadir, Gubernur Yulius menundukkan kepala.

Ada jeda panjang sebelum ia berbicara, seolah menahan napas di antara kenangan dan tanggung jawab yang besar.

“Kita yang masih hidup melanjutkan makna perjuangan para pahlawan yang telah mendahului kita, yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan,” ucapnya dengan suara berat, menggema di antara batu nisan yang diam namun seakan mendengar.

Beberapa hadirin terlihat menyeka air mata. Ucapan itu bukan sekadar formalitas seremonial.

Dari raut wajahnya, jelas Yulius berbicara dari hati, seorang mantan prajurit yang kini memikul amanah rakyat.

Meneruskan perjuangan dengan cara yang berbeda, bukan lagi di medan perang, melainkan di medan kesejahteraan.

Ia tahu, perjuangan hari ini bukan lagi melawan penjajah bersenjata, melainkan melawan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan yang masih mengekang banyak anak bangsa.

“Dan kami yang saat ini akan meneruskan cita-cita pahlawan sehingga kesejahteraan Sulawesi Utara pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya agar tercapai. Merdeka!” serunya penuh semangat.

Kata merdeka itu disambut pekik peserta upacara. Namun kali ini terasa berbeda.

Bukan teriakan semata, melainkan doa yang menggema dari hati setiap warga yang merindukan kehidupan yang lebih baik.

Bagi Gubernur, kemerdekaan sejati hanya bisa diartikan ketika setiap rakyat Sulut hidup layak, ketika anak-anak bisa sekolah tanpa khawatir biaya.

Ketika petani menikmati hasil jerih payahnya, ketika nelayan kembali ke rumah membawa ikan dan senyum, ketika lansia tak lagi menatap hari esok dengan cemas.

“Pahlawan sudah menumpahkan darah untuk kemerdekaan. Sekarang tugas kita memastikan pengorbanan itu tidak sia-sia,” katanya usai upacara, menatap langit yang perlahan cerah.

Di sekitarnya, aroma bunga tabur bercampur dengan tanah basah, menghadirkan suasana syahdu.

Setiap langkah kecil meninggalkan jejak di antara pusara para pahlawan yang diam, namun kehadirannya hari itu seperti membisikkan pesan: perjuangan belum selesai.

Gubernur dengan segala ketulusan dan kesederhanaannya, memikul pesan itu di pundaknya.

Ia ingin membuktikan bahwa semangat pahlawan tak berhenti di monumen atau upacara tahunan, melainkan hidup dalam tindakan nyata.

Pembangunan yang menyentuh rakyat kecil, dalam keadilan yang dirasakan semua lapisan masyarakat.

Ketika upacara usai, banyak yang masih berdiri memandangi sosok Gubernur Yulius.

Ada sesuatu yang berbeda pagi itu, bukan hanya rasa bangga, tapi juga keyakinan baru bahwa perjuangan di Sulut masih terus berlanjut.

Bukan dengan senjata, tapi dengan cinta, kerja keras, dan pengabdian untuk kesejahteraan. Itulah makna sejati dari kata Merdeka. (don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *