NPM, JAKARTA – Ketua KONI Sulawesi Utara, Steven O.E Kandouw mengikuti Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KONI di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Wagub Sulut ini mengikuti Rakernas sekaligus Musyawarah Olahraga Nasional Luar Biasa (Musornaslub) yang dibuka Menpora Zainudin Amali.
Dalam rakernas Menpora tegas mengingatkan soal mutasi atlet dihadapan utusan Koni daerah.
Mengingat Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 untuk kali pertama diselenggarakan di dua provinsi, Aceh dan Sumatera Utara.
“Ini pengalaman pertama bagi kita melaksanakan multievent nasional di dua provinsi. Tentu tak akan mudah,” kata Amali dalam sambutannya di Hotel Sultan, Senayan
“PON itu empat tahun sekali, saya harap ada peningkatan dari sisi prestasi maupun pelayanan tuan rumah. Untuk itu, persiapan tuan rumah jadi penting dan khusus untuk Aceh dan Sumut yang sudah ditetapkan. Saya imbau melaksanakan dengan sarana dan prasarana yang ada,” ujarnya.
“Demikian untuk tuan rumah PON 2028, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Kami senang jika ada daerah yang mengajukan diri menjadi tuan rumah. Tapi menjadi tuan rumah tak hanya kemauan saja, perlu kemampuan daerah, dan yang paling penting adalah pembinaan,” sambungnya.
Bukan tanpa alasan Menpora mengatakan demikian. Sebab, Pembinaan menjadi faktor penting lantaran sering kali daerah mewujudkan target juara umum dengan melakukan hal-hal yang tidak sehat.
“Kita kan sudah punya target besar, yakni tingkat global. Maka pembinaan itu sangat mutlak. Tidak akan kita mendapat prestasi jika tidak membina,” kata Menpora.
Nah, ada kecenderungan pada PON sebelumnya, terutama yang menjadi tuan rumah berambisi menang mendapatkan medali sebanyak-banyaknya.
“Saya kira jika itu dihasilkan dari pembinaan, kami tidak ada masalah. Tapi kalau itu dihasilkan dengan cara mengambil atlet yang sudah dibina daerah lain, dan akhirnya untuk kepentingan jangka pendek, meraih medali sebanyak-banyak itu tidak fair dan tidak sehat untuk pembinaan,” kata Zainudin Amali.
Lanjut Amali, jika inginkan banyak medalinya harus membina. “Saya pesan ini jauh hari. Masih ada dua tahun, saya titip kepada Ketua KONI Pusat untuk memperketat itu. Mungkin masih ada, tapi tidak sesemarak sebelum-sebelumnya,” imbau Amali.
Seperti atlet yang dibina berapa, kata Amali, itu yang ditargetkan. Tak perlu berambisi. Jadi daerah harus membina, karena pembinaan daerah akan berdampak secara keseluruhan.
“Saya kira pembinaan kita harus dilakukan secara struktur, berkelanjutan dan jangka panjang,” imbaunya lagi.
Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman mengatakan aturan mutasi atlet itu idealnya dilakukan dua tahun sebelum pelaksanaan PON.
Dua tahun sebelum pelaksanaan PON, si atlet harus sudah pasti membela daerah mana.
“Mari kita lihat hasil pembinaan dari Koni provinsi itu terhadap atletnya. Jangan setiap daerah secara instan mengambil atlet dari mereka yang sudah membina dengan kerja keras hanya untuk sekadar menambah medalinya, apalagi menjadi juara umum,” tegasnya.
Kata Marciano, mencetak juara merupakan implementasi dari DBON yang dikeluarkan Menteri sebagai kebijakan pemerintah mengajak semua pihak untuk mencetak juara dari bawah.
“Jangan cuma di atas lalu diambil. Kita tak akan pernah maju. Peringkat Indonesia di Olimpiade tak akan bisa memenuhi harapan DBON, di mana 2032 harus peringkat ke-10 dan 2044 kita harus di peringkat kelima, kalau kita masih comot sana sini atletnya. Bina atlet itu sesuai keunggulan sesuai daerah masing-masing,” kuncinya. (*/don)