NPM, Sangihe – Oknum ASN staf di Sekretariat DPRD Sangihe yang juga mantan Penjabat (Pj) Kapitalaung Kampung Binebas, Kecamatan Tabukan Selatan, berinisial SB (42), ditetapkan sebagai tersangka dan langsung di tahan dalam kasus dugaan korupsi Dana Desa tahun anggaran 2019 dan 2020.
Polres Kepulauan Sangihe menggelar konferensi pers terkait kasus ini, dipimpin oleh Wakapolres AKBP Alfrets L. Tatuwo, S.Sos, dan didampingi Kasat Reskrim Iptu Royke Mantiri, Selasa (18/02/2025).
Berdasarkan hasil gelar perkara di Ditreskrimsus Polda Sulut pada 13 Februari 2025, SB diduga menyalahgunakan kewenangan sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan kampung (PKPKK).
Menurut Tatuwo, dari hasil penyelidikan terungkap bahwa SB melakukan sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan anggaran Dana Desa Kampung Binebas.
“Di antaranya melakukan belanja fiktif dan pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, menganggarkan biaya untuk kegiatan fiktif dalam dokumen APBKAM, mengambil dan menggunakan Dana Desa tidak sesuai peruntukan,” ujar Tatuwo.
Dikatakannya, modus belanja fiktit tersebut termasuk pembangunan sejumlah infrastruktur yang tidak direalisasikan.
“Pembangunan yang tidak ada realisasinya, seperti 15 unit Jamban, penyertaan modal ke BUMDes, pembangunan gedung perpustakaan, pengadaan laptop, printer dan sarana olahraga yang fiktif, serta dana BLT cadangan bulan Januari 2021 yang tidak ada pertanggungjawabannya,” jelas Tatuwo.
Tatuwo juga merinci dari hasil audit Inspektorat Daerah Kepulauan Sangihe, total kerugian negara akibat perbuatan SB mencapai Rp619.532.810, terdiri dari Rp356.505.834 pada tahun 2019 dan Rp263.026.976 pada tahun 2020.
“Kami juga telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk dokumen APBKAM dan LPJ tahun 2019-2020, rekening kas desa, nota pembelian bahan material, serta beberapa barang fisik seperti pintu kusen aluminium dan kloset jongkok,” tutur dia.
Pada 18 Februari 2025, penyidik resmi menahan SB selama 20 hari hingga 9 Maret 2025. SB dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Sementara itu, Kasat Reskrim, Iptu Royke Mantiri menambahkan, bahwa kasus ini masih dalam pengembangan.
“Jadi memang agak lama prosesnya, karena ada banyak pihak yang harus dipanggil untuk menjadi saksi. Kasus ini juga masih dalam pengembangan, dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat,” pungkas Mantiri. (Opo)