NPM, Manado – Dunia pendidikan di Kota Manado kembali tercoreng setelah munculnya dugaan perundungan yang dilakukan seorang guru terhadap siswanya di SMP Don Bosco Manado.
Seorang guru berinisial NP dilaporkan mempermalukan seorang siswa, FM dengan menyinggung status perceraian orang tua di depan kelas.
Akibat tindakan tersebut, FM mengalami trauma dan menolak kembali mengikuti pelajaran.
Ketua Komisi IV DPRD Manado, Jimmy Gosal SH MH menerima langsung pengaduan orang tua korban dan menegaskan bahwa peristiwa ini tidak dapat ditoleransi.
“Kami telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Manado, dan sanksi administrasi terhadap guru dan kepala sekolah sudah dijalankan,” tegas Gosal, Senin (1/12/2025), kepada media newposkomanado.id
Ia menekankan bahwa lingkungan pendidikan wajib menjadi ruang aman bagi setiap anak, tanpa terkecuali.
“Privasi keluarga setiap siswa adalah martabat manusia, bukan bahan olokan. Sekolah harus membangun karakter dengan kasih, bukan melukai dengan kata-kata.” ujarnya.
Menurut Gosal, tindakan mempermalukan siswa di depan kelas termasuk bentuk perundungan yang memiliki dampak serius.
Gosal menjelaskan bahwa perundungan di sekolah bukan hanya masalah disiplin, tetapi juga ancaman terhadap perkembangan mental anak.
“Korban perundungan dapat mengalami tekanan emosional, kecemasan, hingga depresi. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, dan dalam kasus ekstrem, bisa muncul pikiran untuk bunuh diri.” ungkapnya.
Ia meminta seluruh pendidik di Kota Manado memahami tanggung jawab moral dan profesional mereka dalam melindungi peserta didik.
Kasus ini berkaitan langsung dengan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa anak di lingkungan pendidikan berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan bentuk kekerasan lainnya, baik oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama siswa, maupun pihak lain.
Informasi yang didapat, dalam pembelajaran IPA guru NP diduga secara tiba-tiba mengajukan pertanyaan kepada siswa, “Siapa yang orang tuanya sudah cerai?”
Pertanyaan tersebut tidak memiliki relevansi dengan materi pelajaran dan dianggap mengarah langsung kepada FM.
Hal ini memicu reaksi siswa lain, yang kemudian ikut melontarkan pertanyaan dan menyoroti FM, sehingga memperparah kondisi psikologis siswa tersebut. NP juga dilaporkan tidak pernah memberikan kesempatan kepada FM untuk menjelaskan atau menyampaikan pendapat dalam situasi apa pun.
Akibat trauma yang dialami, FM tercatat tidak mengikuti pelajaran setiap kali NP mengajar mata pelajaran IPA.
Gosal menegaskan bahwa kasus seperti ini harus menjadi peringatan keras bagi seluruh institusi pendidikan agar memperkuat pengawasan internal serta memastikan kompetensi etik guru di ruang kelas.
“Kami akan terus memantau proses ini. Sekolah wajib menjamin tidak ada lagi tindakan yang merendahkan martabat siswa. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari perundungan.” ungkapnya. (dio)













