Sengketa dan Ganti Rugi Lahan Hunian Tetap Korban Gunung Ruang Belum Tuntas Jelang Peresmian

NPM, KOTAMOBAGU-BOLSEL – Progres pembangunan hunian tetap (Huntap) korban bencana alam erupsi Gunung Ruang, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Sulut) selesai dibangun.

Sebanyak 287 unit rumah hunian tetap korban Gunung Ruang yang berada di Desa Modisi, kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), dinyatakan telah selesai 100% dan siap dihuni atau ditempati.

Rencana Peresmian Rumah Hunian Tetap Korban Gunung Ruang 

Setelah dilakukan kunjungan lapangan langsung oleh Direktur Jenderal Perumahan dan Perdesaan, pada 20 November 2025, rumah hunian tetap korban Gunung Ruang ini segera diresmikan Pemerintah Provinsi Sulut, pada bulan Desember Tahun 2025.

Namun peresmian tersebut rupanya bakal ditunda, gegara sengketa lahan kepemilikan atau belum adanya ganti rugi lahan kepada keluarga Usman Langkau, SH dan Marwah Aris, S,AG.

Bukti Surat Kepemilikan Langkau-Aris 

Berdasarkan surat kepemilikan, Keluarga Langkau-Aris ini mengaku lahan seluas 10,6 Hektar persegi yang telah didirikan bangunan sebanyak 287 unit rumah hunian tetap dari masing-masing seluas 45 meter persegi masih bermasalah Sengketa lahan.

“Lahan yang dibangun perumahan gratis bagi warga Sitaro korban gunung ruang ada kurang lebih 10,6 hektar terukur oleh BPN Sulut. Dari 10,6 itu kurang lebih hampir 3 hektar adalah milik kami keluarga Langkau-Aris,” kata Usman Langkau, kepada media ini, Jumat 20 Desember.

Bukti Transaksi dan Tidak Ada Ganti Rugi Lahan Milik Langkau-Aris

Menurut Usman, sebagian pemilik tanah yang masuk di 10,6 hektar telah selesai transaksi ganti ruginya oleh panitia tim pembebasan lahan. Bukti transaksi jual beli itupun sudah dikantongi keluarga Langkau-Aris.

“Yang lain ganti ruginya sudah selesai. Tapi lahan kami kurang lebih sekitar 3 hektar yang masuk dalam 10,6 sampai hari ini belum dibayarkan atau belum ada ganti ruginya,” keluhnya.

Kejanggalan Jual Beli Lahan Rumah Hunian Tetap Korban Gunung Ruang

Usman Langkau mengungkapkan, sebelumnya pihak keluarga telah melayangkan surat ke Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Pemkab Bolsel) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bolsel, namun sampai detik ini belum ada tanggapan, dan penyelesaian sengketa lahan tersebut.

“Kami juga sudah pernah ada pertemuan klarifikasi ke-Dinas terkait, di Balai Perkimtan Sulut yang dihadiri pihak perusahaan, BPN dan mengundang pemerintah setempat Bolsel, yakni Camat Pinolosian Timur, Sangadi Modisi, juga pekerja (pengarap kebun) yang terinformasi pengarap kebun kami, dia yang telah menerima transaksi pembayaran lahan tersebut. Namun alhasil mereka bertiga (camat, Sangadi, pengarap) tidak hadir alias mangkir saat rapat tersebut,” ujarnya.

“disitulah Kecurigaan kami semakin menguat, ada yang tidak beres, karena informasi yang kami dapati dari pemerintah dan perusahaan pemenang tender bahwa semua tanah di lokasi tersebut telah terbayarkan kepada pemilik lahan. Pemilik lahan yang mana dulu ? Kami punya bukti kepemilikan lahan itu, suratnya ada dan bukti pembayaran pajaknya ada,” ungkap Usman Langkau.

Berdasarkan klarifikasi dari tim pembebasan tanah yang dipimpin oleh BPN Provinsi sebagai mediator menurut Usman, tim pembebasan lahan menjelaskan bahwa benar lahan Keluarga Langkau-Aris belum terbayarkan.

“Dalam pertemuan tersebut diundang lah sangadi modisi, camat pinolosian timur dan penggarap, tetapi mereka tidak hadir dalam klarifikasi tersebut, kamipun langsung mengambil kesimpulan bahwa segera temui BPN Bolsel. BPN Bolsel turun tindak lanjuti melakukan pengukuran, agar memisahkan tanah keluarga Langkau-Aris yang sudah terukur satu kawasan degan milik mereka. Jadi yang terukur dari total 10,6 hektar sudah terjual, atas nama Bapak Gad Bawaele, yang seharusnya dipisahkan dulu kurang lebih hampir 3 hektar adalah milik keluarga Langkau-Aris. Jadi waktu melakukan jual beli lahan tersebut, tidak ada pemberitahuan oleh Sangadi Modisi bahwa tanah yang dijual tersebut, ada juga hak milik dari keluarga Langkau-Aris. Itu kekeliruan, dan kesalahan fatal,” tambah Usman.

Rencana Penolakan Pemilik Lahan Jika Tidak Ada Ganti Rugi Lahan

Pihak keluarga Langkau-Aris pun berencana akan melaporkan jual beli lahan pembangunan rumah hunian tetap korban Gunung Ruang.

“Kami akan menuntut hak kami sampai kapanpun jika tidak diselesaikan. Dan Kami menolak akan adanya Peresmian Huntap yang kabarnya akhir Desember ini. Jika benar adanya Peresmian itu, keluarkan hak kami, tanah kami tidak bisa di manfaatkan secara tidak adil,” ungkapnya.

Jika tidak ada ganti rugi, pihak keluarga Langkau-Aris berencana akan menempuh jalur hukum berdasarkan bukti kepemilikan mereka.

“Kami merasa dirugikan. Apalagi waktu melakukan jual beli tanpa ada pemberitahuan oleh Sangadi Modisi. Kalau tidak diselesaikan akan kami tempuh jalur hukum,” jelasnya.

Tanggapan Kepala Desa/Sangadi Desa Modisi

Sangadi Desa Modisi, Grace Bawele mengaku lahan yang di klaim keluarga Langkau-Aris masuk tanah Sempadan. Namun Sangadi mengakui ada sejumlah lahan yang telah selesai dibayarkan yang tidak masuk Sempadan atas nama Gad.

“Sudah tidak ada sengketa. Tanah yang mereka bilang itu masuk tanah Sempadan, jadi Pemerintah tidak berhak membayar itu, karena tanah Pantai, tanah Sempadan. Keluarga Langkau-Aris itu tidak ada Hak disitu karena tidak memiliki surat, yang punya surat hanya pak Gad. Ada yang dibayar, ada juga yang tidak dibayarkan karena masuk tanah Sempadan,” kata Sangadi, kepada media ini, Sabtu 20 Desember 2025. (Gry)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *