NPM, Manado – Pelaksanaan Festival Lomba Seni Dan Sastra Siswa Nasional (FLS3N) tingkat Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) tahun 2025 menuai kritik tajam khususnya dalam cabang lomba Jurnalistik.
Salah satu guru dan kepala sekolah mempertanyakan kompetensi serta profesionalisme dewan juri yang ditunjuk oleh panitia penyelenggara.
Mereka menyayangkan keputusan panitia yang menghadirkan juri dari latar belakang yang dianggap tidak relevan.
“Masa juri lomba jurnalistik adalah seorang pelatih karate. Bagaimana bisa menilai karya jurnalistik siswa?” ujarnya kepada wartawan, Rabu (30/7/2025).
Menurutnya, juri seharusnya berasal dari kalangan akademisi yang berlatar belakang ilmu komunikasi, atau dari praktisi jurnalistik yang memiliki kompetensi dan pengalaman di bidangnya.
Kekecewaan serupa juga disampaikan oleh seorang kepala sekolah di Sulut yang mengkritisi minimnya pemahaman juri terhadap prinsip dan teknik jurnalistik.
“Juri seharusnya memahami teori dan praktik jurnalistik agar penilaiannya objektif,” ungkapnya.
Menanggapi isu ini, seorang wartawan lokal menyebut bahwa juri dari kalangan wartawan seharusnya memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diterbitkan oleh Dewan Pers.
“Sertifikat UKW adalah standar profesionalisme wartawan berdasarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 3 Tahun 2023,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, tiga juri pada Lomba Jurnalistik FLS2N Sulut 2025 adalah, Susanto Saada, pelatih karate dan staf Dinas Kominfo Sulut, Victory Rotty, akademisi dari Universitas Negeri Manado, Alfein Gilingan, Wartawan. Dari ketiganya, hanya satu yang berasal dari kalangan media, sementara dua lainnya tidak memiliki latar belakang jurnalistik secara langsung.
Kepala Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Sulut Dr Femmy J Suluh MSi saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa penunjukan juri dilakukan melalui surat resmi ke institusi, bukan berdasarkan personal.
“Kami menyurat ke perguruan tinggi atau instansi resmi. Mereka yang menentukan siapa yang diutus. Kami hanya mengikuti prosedur sesuai juknis,” ujar Femmy kepada wartawan, Rabu (30/07/2025) malam di Aula Dikda Sulut.
Namun, ketika ditanya mengenai kompetensi juri yang diutus, Femmy menyatakan bahwa hal tersebut menjadi tanggung jawab pihak pengutus.
“Itu bukan urusan kami. Kalau memang tidak sesuai, mestinya pihak institusi tidak mengutus,” tambahnya.
Penjelasan Kadis Femmy tersebut dinilai bertentangan dengan Panduan Teknis FLS3N 2025 yang dikeluarkan oleh Balai Pengembangan Talenta Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Dalam panduan tersebut disebutkan bahwa juri dapat berasal dari individu profesional dengan kompetensi yang dibuktikan melalui sertifikat, rekam jejak, lisensi, atau pengakuan resmi, tanpa harus melalui institusi.
Panduan itu juga menegaskan bahwa juri harus bebas dari konflik kepentingan, tidak berasal dari lembaga yang membina peserta, serta memiliki integritas dan profesionalisme.
Sejumlah pihak berharap agar proses penunjukan juri dalam ajang nasional seperti FLS3N dilakukan dengan lebih selektif dan transparan, guna menjamin keadilan dan kualitas penilaian bagi peserta.
“Kami hanya ingin penilaian yang adil dan objektif, agar siswa yang memang layak bisa mendapat penghargaan yang setimpal,” ujar seorang guru. (dio)