Jejak Sam Ratulangi dan Semangatnya Dihidupkan di Universitas Sam Ratulangi

NPM, Manado – Nama Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau yang lebih dikenal Sam Ratulangi menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Putra Minahasa kelahiran Tondano, 5 November 1890 ini dikenal sebagai pemikir, pendidik, sekaligus pejuang kemerdekaan yang berperan besar dalam membangkitkan kesadaran nasional.

Atas jasa dan dedikasinya, Sam Ratulangi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 590 Tahun 1961 tanggal 9 November 1961.

Ia meninggal dunia pada 30 Juni 1949 dan dimakamkan di tanah kelahirannya, Tondano, Kabupaten Minahasa.

Perjalanan Hidup dan Awal Pengabdian
Sejak muda, Sam Ratulangi menunjukkan semangat belajar yang tinggi.

Ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) dan Hoofdenschool Tondano, kemudian melanjutkan ke Koningin Wilhelmina School (KWS) di Batavia (kini Jakarta).

Setelah lulus, ia sempat bekerja di proyek pembangunan rel kereta api di wilayah Priangan Selatan, Jawa Barat.

Pada tahun 1924, Sam Ratulangi kembali ke Minahasa dan diangkat menjadi Sekretaris Minahasa Raad (Dewan Minahasa).

Dalam jabatan itu, ia memperjuangkan penghapusan kerja paksa (rodi) dan berinisiatif mendirikan berbagai lembaga sosial-ekonomi yang membantu rakyat.

Ia turut menggagas pendirian yayasan beasiswa, program transmigrasi, rumah gadai pemerintahan, serta upaya menghapus sistem ijon yang selama ini merugikan petani.

Perjuangan di Tingkat Nasional Kiprahnya tak berhenti di tingkat daerah.

Dalam masa penjajahan Belanda, Sam Ratulangi terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat).

Di lembaga itu, ia dikenal vokal memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia.

Ia menentang keras diskriminasi kolonial dan menuntut kesetaraan dalam bidang pendidikan, ekonomi dan politik antara bangsa Indonesia dan Belanda.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, pemerintah Republik Indonesia mempercayakannya sebagai Gubernur Sulawesi pertama.

Dalam masa awal kemerdekaan, Sam Ratulangi berperan besar menyebarkan kabar kemerdekaan ke seluruh pelosok Sulawesi serta memperkokoh struktur pemerintahan Republik di daerah.

Dari perjalanan hidup dan perjuangannya, Sam Ratulangi meninggalkan banyak nilai luhur yang tetap relevan hingga kini.

Ia dikenal sebagai tokoh yang memandang pendidikan sebagai jalan utama kemajuan bangsa.

Ia juga menunjukkan keberanian menentang ketidakadilan dan kesenjangan sosial, serta memiliki semangat pengabdian bagi rakyat kecil.

Selain itu, Sam Ratulangi dikenal sebagai tokoh yang mencintai budaya lokal namun berpikiran luas dan terbuka terhadap dunia.

Pandangannya yang humanis membuatnya dihormati sebagai figur bangsa yang memadukan kecerdasan intelektual dengan kepekaan sosial.

Semangat perjuangan Sam Ratulangi kini terus dihidupkan di kampus yang mengabadikan namanya, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat).

Di bawah kepemimpinan Rektor Prof Dr Ir Berty Sompie MEng, Unsrat menegaskan visi besarnya: Unggul Berbudaya Menuju World Class University.

Rektor Prof. Sompie menekankan pentingnya membangun inovasi, kebersamaan, dan penghargaan terhadap perbedaan.

Nilai-nilai ini sejalan dengan filosofi hidup masyarakat Minahasa Tumou Tou yang berarti hidup untuk sesama.

Menurutnya, Unsrat bukan hanya lembaga akademik yang mencetak sarjana, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan wadah pengembangan ilmu pengetahuan yang berpijak pada budaya lokal.

Melalui berbagai kebijakan dan program, Unsrat terus memperkuat tridharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Rektor menegaskan bahwa keberhasilan universitas tidak hanya diukur dari pencapaian akademik, tetapi juga dari sejauh mana universitas mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Sejalan dengan semangat Ratulangi, Unsrat terus menumbuhkan budaya riset dan pengabdian yang berdampak sosial.

Program penelitian diarahkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat, terutama di wilayah Sulawesi Utara dan Indonesia Timur.

Dalam bidang akademik, Unsrat terus berupaya meningkatkan kualitas dosen, memperluas publikasi ilmiah, serta memperkuat akreditasi internasional.

Semua langkah ini dilakukan untuk menempatkan Unsrat sebagai universitas yang diperhitungkan di tingkat nasional maupun global.

Selain mengejar keunggulan akademik, Unsrat juga berkomitmen menjaga nilai budaya lokal sebagai fondasi identitas kampus.

Nilai Tumou Tou menjadi semangat yang menjiwai hubungan antarwarga kampus baik dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan untuk saling menghargai dan bekerja bersama demi kemajuan bersama.

Rektor Prof Berty Sompie menegaskan, Unsrat harus menjadi universitas yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berkarakter, berbudaya dan berperan aktif membangun masyarakat.

Dengan memadukan nilai-nilai lokal daerah dan visi global, Unsrat diharapkan terus melahirkan generasi yang cerdas, berintegritas dan siap bersaing di dunia internasional.

“Semangat Sam Ratulangi harus terus hidup di kampus ini,” ungkap Rektor Unsrat Prof Berty Sompie.

Berakar di Sulawesi Utara, Berdaya untuk Indonesia, Sam Ratulangi pernah mengajarkan bahwa manusia hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk sesama.

Semangat itulah yang kini menjadi roh Universitas Sam Ratulangi.

Melalui kepemimpinan Prof. Berty Sompie, Unsrat menapaki langkah pasti menuju universitas unggul berbudaya berakar kuat di Sulut, berdaya bagi kemajuan Indonesia, dan diperhitungkan di dunia internasional. (*/don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *