Parpol Idealnya Calonkan Kadernya Sendiri

Ferry Daud Liando

NPM, Manado – Sebagian besar partai politik (parpol) sedang dalam proses penyusunan daftar bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk diikusertakan pada pemilihan anggota legislatif tahun 2024.

Hal yang berpotensi terjadi adalah akan ada parpol yang kemungkinan besar tidak mencalonkan kadernya sendiri.

Tentu ini menjadi sebuah preseden yang buruk mengingat tugas dan fungsi parpol adalah memproduksi calon-calon pemimpin politik melalui mekanisme terencana, sistimatis dan terstruktur.

Dosen Kepemiluan Fisip Unsrat, Ferry Daud Liando mengatakan, jauh sebelum tahapan pemilu di mulai, parpol berkewajiban melakukan rekrtutmen warga negara untuk menjadi anggota parpol.

“Untuk dapat direkrut menjadi anggota parpol syarat utamanya adalah menerima dan ikut memperjuangkan idiologi parpol,” ujarnya kepada wartawan, Senin (27/2/2023).

Katanya, setelah diterima menjadi anggota, maka kewajiban parpol selanjutnya adalah proses kaderisasi.

Dalam tahapan ini, tugas parpol melatih kapasitas dan mendidik anggotanya memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan, etika moral, pengetahuan tentang tata kelola pemerintahan, menyusun produk hukum, teknik perencanaan dan kebijakan anggaran dan penguatan kapasitas lain.

Kewajiban parpol selanjutnya adalah proses seleksi bagi kader-kadernya. Kader yang paling siap, memiliki kapasitas, kualitas dan moral yang baik dapat dipromosikan menjadi caleg.

“Selama ini nyaris belum ada satu parpol yang secara sempurna melewati proses ini dengan baik. Pengalaman hasil pemilu 2019 menunjukkan bahwa belum semua anggota legislatif memiliki kinerja yang baik sebagaimana expektasi publik. Penyebabnya karena parpol tidak ketat melakukan proses rekrutmen, kaderisai dan seleksi yang ketat,” tuturnya.

Parpol cenderung tidak peduli soal kualitas dan kapasitas. Parpol lebih cenderung mengutamakan kekuatan finansial yang dimiliki calon.

Orientasi parpol fokus pada pemenagan dan perolehan kursi. Apalagi jumlah kursi berdampak pada syarat pencalonan kepala daerah dan penguasaan struktur alat kelengkapan dewan.

“Akibat dari semua itu, rakyat akhirnya tidak mendapat apa-apa dari hasil pemilu,” tuntasnya. (don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *