NPM, Tomohon – Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2023 Kota Tomohon menuai polemik.
Penyebabnya status dua anggota DPRD Kota Tomohon yakni Mono Turang SSos dan James Enrico Kojongian ST yang sudah tidak masuk Badan Anggaran (Banggar) DPRD Tomohon.
Namun, keduanya masih ikut dalam pembahasan APBD-P tahun 2023.
Ketua DPRD Kota Tomohon Djemmy Sundah SE mengatakan, sesuai hasil konsultasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Dirjen Otda Direktorat Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD dan Hubungan Antar Lembaga pada 23 Mei 2023, status kedua anggota tersebut tergantung fraksi.
“Saat itu, kami diterima oleh Pak Sadar dan Ibu Nurna. Dalam konsultasi tersebut, dijelaskan bahwa masalah Alat Kelengkapan Dewan atau AKD adalah hak fraksi dengan memperhatikan ketentuan yang ada,’’ beber Sundah.
Dijelaskannya, ketentuan dimaksud adalah seperti yang terdapat dalam Tata Tertib Nomor 1 tahun 2018 tentang Tata tertib DPRD Kota Tomohon di Pasal 49 tentang Komisi Ayat (9) bahwa perpindahan anggota DPRD dalam komisi paling singkat 1 tahun berdasarkan usulan fraksi.
“Sementara di Pasal 56 mengatur perpindahan anggota badan anggaran ke alat kelengkapan lainnya hanya dapat dilakukan setelah masa keanggotaannya dalam badan anggaran paling singkat 1 tahun berdasarkan usulan fraksi,” ungkapnya.
Sehingga, lanjut Sundah, memperhatikan surat dari Fraksi Partai Golkar yang telah dibacakan dalam Rapat paripurna DPRD Tomohon pada 26 Juli 2023 sudah memenuhi ketentuan.
“Dikuatkan lagi dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Tomohon 11 September 2023 melalui penetapan status kedua anggota DPRD tersebut. Dan, itu semua ada dalam risalah hasil rapat paripurna,’’ kata mantan Hukum Tua Lansot itu.
Lebih jauh Sundah menuturkan, dikesempatan yang lain, Wakil Ketua DPRD Tomohon Drs Johny Runtuwene dengan Kabag Persidangan Nyoman Nirmala SH MH melakukan konsultasi ke Kemendagri.
Hasilnya, sama dengan hasil konsultasi yang dilakukan pada 23 Mei 2023.
Ini terungkap pada rapat internal DPRD Tomohon pada 12 September 2023 lalu saat terjadi perdebatan status Mono dan James.
“Ya, pak Johny Runtuwene sendiri yang meminta kepada Kabag Persidangan untuk menjelaskan hasil konsultasi tersebut. Jadi, pak Runtuwene sebenarnya sudah tahu bagaimana yang sebenarnya. Apa yang dijelaskan di media sangat bertolak belakang dengan yang terjadi di rapat internal 12 September lalu,’’ sesal Sundah.
Terkait soal SK Banggar, Sundah mengatakan itu merupakan kelalaian, lebih pada kesengajaan Sekretariat DPRD.
Setelah ditetapkan dan disahkan lewat rapat paripurna, Sekretariat DPRD wajib membuatkan SK.
“Tapi, sepertinya ada kesengajaan menahan pembuatan SK. Yang pasti, status kedua anggota DPRD tersebut sudah bukan lagi di Badan Anggaran bukan terletak pada SK tapi pada pengesahan penetapan yang diketuk dalam rapat rapat paripurna,’’ pungkas Sundah. (mhk)