Sulut  

Penyidik Perlu Perkuat Argumentasi Pembuktian Soal Penetapan Tersangka Politik Uang

Ferry Daud Liando. (dok)

NPM, Manado – Penetapan dua caleg menjadi tersangka dugaan politik uang oleh puhak kepolisian yang pada masa tenang harus di apresiasi.

Dosen Kepemilikan Fisip Unsrat Ferry Daud Liando menilai tindakan ini harus menjadi pelajaran bagi politisi-politisi yang masih terbiasa menghalalkan segala cara dalam merebut kekuasaan.

“Semoga perbuatan sogok menyogok tidak akan terulang lagi pada kontetasi politik selanjutnya termasuk pada momentum pilkada pada november 2024 nanti,” ujar Liando, Kamis (29/2/2024).

Namun demikian, menurut Liando, untuk dapat melahirkan efek jerah bagi pelaku dan pelajaran bagi politisi lain maka penyidik perlu mempersipakan argumentasi hukum yang utuh, akurat dan lengkap.

“Dalam pembuktian di pengadilan nanti bisa saja para tersangka melalui pengacara akan melakukan pembelaan melalui argumentasi hukum yang mereka ketahui,” sebut dia.

Dua alat bukti yang dimiliki penyidik hanya sebagai pertanggungjawaban dalam menentukan status tersangka. Namun untuk meyakinkan hakim di pengadilan maka penyidik melalui jaksa perlu berargumentasi tentang unsur-unsur materilnya.

Lebih jauh disampaikannya, selain bukti yang dimiliki, penyidik juga menguraikan soal peristiwa dan uraian kejadian, tempat peristiwa terjadi serta saksi yang mengetahui peristiwa tersebut.

Pasal 523 ayat 2 UU pemilu menyebutkan bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau Tim Kampanye Pemilu dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan/memberikan uang/materi lainnya sebagai imbalan kepada pemilih kampanye pemilu secara langsung/tidak langsung, diancam pidana penjara maksimal 4 tahun, denda maksimal 48 juta.

“Jika penyidik menggunakan pasal ini maka terdapat beberapa unsur yang harus dibuktikan dipengadilan yakni kebenaran tersangka sebagai pelaksana, keyakinan adanya kesengajaan dan penerimanya apakah sebagai pemilih,” ujarnya.

Ferry mengatakan, semua tersangka harus dipastikan adalah sebagai pelaksana atau peserta atau tim kampanye. Jika yang ditersangkakan adalah pelaksana maka nama-nama tersebut harus termuat dalam surat keputusan yang di daftarkan ke KPUD.

“Nama-nama tersangka bukan masuk dalam SK itu, maka mereka bukan subjek hukum yang dapat dipidana,” ujarnya lagi.

Kemudian penyidik juga harus memastikan keyakinannya bahwa para tersangka memang sengaja melakukan tindakan itu. Sebab, yang paling memahami apakah yang dilakukannya itu disengaja atau bukan disengaja adalah pelaku sendiri.

Jika pelaku bersikeras mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan itu ternyata tidak di sengaja, maka ancaman pemidanaan bisa gugur.

Kemudian penyidik juga harus memastikan apakah pada saat penangkapan itu ada pihak yang menerima uang.

Pemidanaan dapat dilakukan apabila sudah ada perbuatan yakni ada yang menyerahkan dan ada yang menerima.

Apabila penyerahan belum terjadi, maka bisa saja para tersangka berdalih bahwa uang yang ditemukan itu bukan untuk pemilih tetapi uang operasional tim relawan atau tim pemenangan.

Kemudian apabila telah terjadi tindakan saat penangkapan maka harus dipastikan siapa pihak penerima. Sebab, unsur penerima juga harus terikat pada subjek hukum yang diatur dalam pasal 532 ayat 2.

Jika yang menerima ternyata adalah pemilih, maka unsur pasal terpenuhi. Namun jika yang menerima ternyata bukan pemilih, maka unsur tidak terpenuhi.

Dalam UU 7 tahun 2017 tentang pemilu menyebut bahwa pemilih itu adalah terdaftar dalam DPT, DPTB dan pemilih potensial DPK.

“Jika yang menerima uang bukan termasuk pada tiga jenis ini, maka yang bersangkutan bukanlah pemilih sehingga unsur pasal tidak terpenuhi,” jelas Liando. (don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *