NPM, Manado – Penyelesaian masalah sampah membutuhkan komitmen bersama, termasuk Kepala Daerah Kabupaten/Kota melalui sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dari hulu ke hilir tahap upstream (hulu), midstream (tengah) dan downstream (hilir).
Pun pengelolaan sampah membutuhkan anggaran yang terbilang besar.
Pernyataan pendapat itu mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) di Ruang Rapat Sriwijaya Gedung B DPD RI lantai 2 Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/05/ 2025)
Pun agenda (BULD -DPD) RI adalah dalam rangka pemantauan dan evaluasi rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda) pengelolaan sampah, dengan menghadirkan
narasumber Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Guntur Sitorus, mantan Bupati Banyumas dua periode Achmad Husein, dan pakar polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin.
Ketua (BULD-DPD RI) Stefanus BAN Liow, senator asal Sulawesi Utara memimpin langsung (RDPU-BULD) DPD-RI bersama tiga Wakil Ketua (BULD-DPD RI) yaitu Marthin Billa senator asal Kalimantan Utara, Abdul Hamid senator asal Riau, dan Agita Nurfianti senator asal Jawa Barat).
Bukan cuma itu saja,Wakil Ketua (BULD-DPD RI) Agita Nurfianti, yang menuntun jalannya diskusi menegaskan, (BULD-DPD RI) melakukan pemantauan rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda) pengelolaan sampah, khususnya untuk mencermati peran pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.
“Kami hadir untuk menjembatani kepentingan daerah melalui harmonisasi legislasi pusat-daerah,” ujarnya.
Dalam paparannya, Guntur Sitorus mengangkat isu penguatan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah yang meliputi infrastruktur sarana prasarana seperti kurangnya Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/Tempat Pembuangan Akhir (TPA)/Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Terbatasnya armada pengangkut sampah, dan (hampir) penuhnya TPA; tingginya timbunan sampah yang tidak terkelola, rendahnya kesadaran masyarakat dan edukasi pengelolaan sampah, minimnya daur ulang atau pemilahan sampah, dampak lingkungan serta permasalahan regulasi dan penegakannya.
Guntur menegaskan bahwa pengelolaan sampah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai payung hukum pengelolaan sampah.
“Setiap tahapan pengelolaan sampah merupakan wewenang pemerintah daerah, khususnya kabupaten/kota,” ucapnya.
Meskipun memiliki wewenang, sampah tetap menumpuk di TPA. Bahkan sejumlah 343 Pemerintah Daerah telah diingatkan untuk menghentikan open dumping di TPA”, tambahnya.
Achmad Husein berbagi pengalaman inovasi pengelolaan sampah menggunakan teknologi mesin. Di masa kepemimpinannya, Kabupaten Banyumas dinobatkan sebagai pemerintah daerah pengelola sampah terbaik di Indonesia bahkan Asia Tenggara.
“Kami babak belur, gagal. Banyak masalah sampah. Karena komitmen, masalah sampah selesai,” ucapnya.
Berdasarkan pengalamannya, dia membeberkan empat kunci penyelesaian masalah sampah, yakni terintegrasi dari hulu ke hilir dalam sistem upstream, midstream, dan downstream; pengelola dan offtaker menerima profit agar usaha sustain; pelibatan masyarakat dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bank sampah, dan koperasi; serta aturan yang praktis, fleksibel, dan melindungi pegiat persampahan.
“Walaupun cuma satu ton per hari, penyelesaiannya harus lengkap,” katanya.
Akhmad Zainal Abidin membahas inovasi teknologi pengolahan sampah yang menghasilkan zero waste. Masaro atau manajemen sampah zero mengubah paradigma sampah.
Jika dulu cost center kumpul-angkut-buang, maka kini profit center pilah-angkut-proses-jual Teknologi Masaro membagi sampah menjadi lima kategori, yaitu, sampah membusuk, sampah plastik, sampah waste to energy (WTE), sampah daur ulang, dan sampah B2 (bahan berbahaya).
“Kita bisa menyelesaikan masalah sampah hingga tuntas. Timbunan sampah membubung karena metodenya konvensional: kumpul-angkut-buang. Kalau metodenya konvensional, hingga kiamat pun tak selesai,” ucapnya.
Metode konvensional menyebabkan sampah membusuk. Studi kasus pengelolaan sampah di Kota Bandung, 70% dibuang di TPA, 15% didaur ulang, dan 15% diproses menjadi kompos atau dibakar.
Stefanus BAN Liow mengatakan, permasalahan sampah di berbagai wilayah menjadi perhatian (BULD DPD RI). Karena itu, pembentukan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menangani sampah merupakan aspek yang penting, yaitu meningkatkan edukasi dan sosialisasi pengelolaan sampah sejak dini.
Selain itu, penerapan teknologi dan penguatan infrastruktur pengolahan sampah dari hulu ke hilir.
Sejumlah anggota (BULD DPD RI) memberikan tanggapan seperti Yance Samonsabra, senator asal Papua Barat, Hasby Yusuf senator asal Maluku Utara, Darmansyah Husein senator asal Kepulauan Bangka Belitung, Muhdi senator asal Jawa Tengah, Ismeth Abdullah senator asal Kepulauan Riau, serta Gusti Farid Hasan Aman senator asal Kalimantan Selatan.
(Rogam)