TEMPA: Yos Masihor saat menyelesaikan pesanan parang.
Ting..ting..ting..bunyi besi dipukul terdengar nyaring saat memasuki rumah Rihol Yos Masihor. Pria berpostur tegap itu tampak sedang menempa parang pesanan pelanggan.
Yos Masihor merupakan kipung atau pandai besi dalam bahasa Sanger.
Tempat yang dijadikan bengkel pandai besi tepat berada di samping rumahnya, di Koltem, Watutumou, Minahasa Utara.
Bengkel tak terlalu besar.
Di tempat tersebut terdapat sejumlah peralatan seperti tungku pemanas besi, penjepit besar, berbagai jenis palu, serta sejumlah besi yang merupakan bahan baku pembuatan parang atau pisau.
Saat ditemui, pak Yos terlihat sangat ramah. Dirinya tak canggung menceritakan mengenai ihwal menjadi kipung.
“Saya itu pensiunan TNI. Setelah pensiun saya pulang kampung di Sanger dan belajar menjadi kipung,” akunya.
Sekira tiga tahun lamanya dirinya berguru di kampung halamannya, tepatnya di kampung Lenganeng.
Kebetulan kampungnya sangat terkenal sebagai kampung pandai besi.
Setelah mahir dalam mengolah besi menjadi parang atau pisau, pak Yos lalu kembali ke Minut.
Menurut pak Yos, untuk membuat parang dan pisau berkualitas dipengaruhi beberapa faktor. Mulai dari kualitas besi, cara pengerjaan serta cara sepuh.
Kalau semua terpenuhi, parang yang dihasilkan pasti bagus.
Parang dan pisau yang diproduksi dipasarkan di wilayah Minut, Manado hingga sampai di beberapa daerah dekat.
Dirinya juga kerap menerima banyak pesanan dari pelanggan yang sudah mengetahui kualitas parangnya.
Suami Oce Wulur ini mengaku menggunakan besi per mobil atau bar senso sebagai bahan pembuatan parang dan pisau.
Namun ada juga pelanggan yang membawa bahannya sendiri untuk diproses.
Kebanyakan pesanan yaitu parang untuk berkebun, pisau dapur atau pisau sembelih. Apalagi dekat hari Raya Idul Adha pasti akan banyak pesanan.
Untuk sebuah parang dijual bervariasi tergantung ukuran.
“Bisa berkisar 250 hingga 300 ribu,” kata ayah dari Rismon dan Kirey ini. (Rudi Loho)