Bitung  

Pelaksanaan Restorative Justice Oleh Polri Dapat Diterima

Istimewa

Nama                : Nabila Azizah Adama

Mata Kuliah     : Sosiologi Hukum

“Sosiologi Hukum Berkaitan Dengan Kepolisian”

 

Dilihat dari sudut historis istilah sosiologi hukum untuk pertama kali digunakan oleh seorang Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882.

Dari sudut perkembangannya sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil–hasil pemikiran – pemikiran para ahli pemekir, baik dibidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi.

Hasil-hasil pemikiran tersebut tidak saja berasal dari individu-individu, akan tetapi berasal Dari madzhab-madzhab atau aliran-aliran yang mewakili sekelompok ahli pemikir yang pada garis besarnya mempunyai pendapat yang tidak banyak berbeda.

Betapa besarnya pengaruh filsafat hukum dan ilmu hukum terhadap pembentukan sosiologi hukum, nyata sekali dari ajaran-ajaran beberapa madzhab dan aliran yang memberikan masukan-masukan pada sosiologi hukum.

Masukan yang diberikan dari aliran dan madzhab sangat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi sosiologi hukum.

Menurut Soerjono Soekanto sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya (Soekanto, 1982).

Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya. (Rahardjo, 1979).

Menurut R. Otje Salman sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris dan analitis.

Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri merupakan ilmu sosial yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup, singkatnya sosiologi hukum mempelajari masyarakat khususnya gejala hukum dari masyarakat.

Pada hakekatnya masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut yakni sudut struktural dan sudut dinamikanya, segi struktural dinamakan pula struktur sosial yaitu kaedah-kaedah sosial , lembaga-lembaga sosial serta kelompok-kelompok sosial serta lapisan –lapisan sosial.

Sedangkan dalam dinamika masyarakat dapat terjadi interaksi sosial, kelompok sosial dan kelas sosial.

Setiap masyarakat perdesaan maupun masyarakat perkotaan akan mengalami dinamika sosial.

Hubungan yang saling mempengaruhi akan terjadi selama interaksi antarmanusia dan antarkelompok, sehingga menimbulkan dinamika sosial.

POLRI (Kepolisian Republik Indonesia) merupakan suatu lembaga penegak hukum yang bertanggungjawab langsung dibawah Presiden. Dalam tubuh POLRI tersusun kerangka ataupun struktur kepengurusan dengan dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, “Fungsi Kepolisian Indonesia adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

Polisi sebagai aparatur penegak hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam mencegah terjadinya tindak kejahatan yang ada di wilayah hukumnya, polisi juga di dituntut agar dapat mengimbangi perkembangan modus-modus kejahatan yang selalu berkembang dari waktu kewaktu.

Menurut pendapat Soerjono Soekanto, “Secara konsepsional penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.”

Konsep Rule of Law adalah konsep negara hukum yang berarti hukum memegang kedudukan tertinggi dalam penyelenggaraan suatu negara hukum. sebagai penegakan hukum merupakan sarana untuk menciptakan tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya akan bangkrutnya hukum yang ada.

Hukum yang miskin implementasinya terhadap nilai-nilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadikan barometer legitimasi hukum ditengah-tengah realitas sosialnya. Penegakan hukum juga pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia, dimana salah satunya berkaitan dengan demokrasi. Meskipun demokrasi berkaitan dengan kemerdekaan dalam bebas memilih pemilihan seorang pemimpin atau kepala pemerintahan maupun wakil rakyat, namun demokrasi juga berkaitan dengan kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh UUD NRI 1945. Keterbukaan akan kritik merupakan syarat dalam menjalankan demokrasi, sehingga aspirasi masyarakat dapat didengar sampai ke pemerintahan dan dapat digunakan sebagai landasan kebijakan pemerintah demi kemakmuran nasional.

Tugas Kepolisian yang dinilai paling efektif untuk menanggulangi terjadinya kejahatan dalam penanggulangan dan pengungkapan suatu tindak pidana adalah tugas preventif karena tugas yang luas hampir tanpa batas, dirumuskan dengan kata-kata berbuat apa saja boleh asal keamanan terpelihara dan asal tidak melanggar hukum itu sendiri. Standar pekerjaan polisi menurut Satjipto Rahardjo mensyaratkan:

Pertama, latihan, keterampilan, dan keterampilan khusus;

Kedua, anggota kepolisian harus mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya;

Ketiga, dalam menjalankan pekerjaannya, polisi membutuhkan suatu tingkat otonomi tertentu.

Upaya Preventif dilakukan dengan 4 kegiatan pokok; mengatur, menjaga, mengawal dan patroli.

Dengan menggunakan sosiologi hukum dan filsafat hukum, Skolnick berkesimpulan, bahwa polisi di negara-negara yang demokratis bertugas untuk memelihara tata tertib di bawah naungan rule of law.

Sebagai petugas yang memelihara ketertiban, mereka merupakan bagian dari birokrasi. Ideologi suatu birokrasi yang demokratis, menekankan pada inisiatif daripada disiplin terhadap peraturan.

Sebaliknya, rule of law menekankan pada hak-hak asasi manusia serta membatasi inisiatif petugas hukum. Pertentangan antara pelaksanaan ide-ide ketertiban, efisiensi, dan inisiatif di satu pihak, dengan prinsip-prinsip hukum di lain pihak, merupakan problematika prinsipil yang dihadapi polisi sebagai suatu badan atau lembaga hukum.

Dilihat dari kajian sosiologi hukum, penegakan hukum di kepolisian dapat dilakukan dengan cara penerapan restorative justice.

Penerapan restorative justice di Indonesia dapat dilakukan dengan model Lembaga Musyawarah, dengan demikian lembaga penegak hukum dapat menjadikannya sebagai solusi untuk mengatasi kendala bagi penegak hukum dalam penanganan perkara di lapangan dalam mengimplementasikan restorative justice adalah melalui diversi.

Pelaksanaan restorative justice oleh Polri dalam perspektif sistem hukum nasional dapat diterima apabila dilaksanakan berdasar falsafah negara Pancasila; dirancang untuk mencapai tahap tertentu dari tujuan negara sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; meminimalisasi pemberlakuan dan penerapan norma yang justru menimbulkan ketidakadilan, karena penerapan praktik hukum yang demikian akan menimbulkan ketidakadilan baru; penegakan hukum harus dilakukan dengan tidak mengesampingkan norma dan adat yang berlaku di daerah tersebut, karna belum tentu norma dan adat di suatu daerah sama dengan di daerah lainnya. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastian hukum dalam masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga keadilan dan perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia dapat dirasakan oleh masyarakat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *