NPM, TOMOHON – Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR) RI, Ir Stefanus BAN Liow MAP melaksanakan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat (Asmas), di Rogs Cafe, Senin (16/10/2023).
Kepada para Tokoh Masyarakat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Sulawesi Utara ini, membahas terkait penguatan wewenang MPR RI.
Menurut Ketua P/KB Sinode GMIM periode 2014-2018 ini, bergulirnya reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi.
“Setelah reformasi, MPR
menjadi lembaga negara yang sejajar
kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat,” beber Liow.
Katanya, perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
“Konstitusi secara alamiah akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya. Karena itu, konstitusi yang ada harus dapat terus menyesuaikan dengan tuntutan jaman, terutama dalam menghadapi tantangan kehidupan bernegara,” ungkap Ketua BULD DPD RI ini.
Liow menuturkan, pasca amandemen UUD 1945 terdapat lima pokok tugas dan wewenang MPR yakni, mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD, memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya, memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
“Secara normatif, tugas fungsi dan wewenang lebih banyak jumlahnya (kuantitas) setelah perubahan UUD 1945, tetapi secara kualitas dirasa lebih banyak peran MPR sebelum amandemen UUD 1945,” nilai Liow.
Dia menambahkan, perlu ada penguatan tugas dan wewenang MPR RI sebagai lembaga negara.
“Perlu menghidupkan kembali GBHN. Dimana nama atau istilah perlu dibicarakan kembali dalam TAP MPR,” pungkas Liow.
Selain Senator SBANL, ikut memberi pandangan dari Akademisi UKIT, Cindy Rantung SH MH.
Kegiatan yang dipandu oleh Joaneta Bernandus, STh mendapat masukan dan dukungan terhadap penguatan wewenang MPR RI. Diantaranya disampaikan oleh Tokoh Masyarakat, Wem Gontha, Ferry Runtuwene, SH, Ventje Mamahit, S.Pd dan Ir Miky Wenur, MAP. (mhk)