Hukrim  

Sidang Praperadilan Pemilik Emas Vs Ditreskrimsus Polda Sulut Berlanjut

MINTA KEADILAN : Lilis Suryani Damis (tengah) didampingi dua kuasa hukumnya Dr Santrawan Paparang SH, MH (kanan) dan Hanafi Sale, SH (kiri) saat memberikan keterangan dihadapan awak media usai sidang praperadilan, di Pengadilan Negeri Manado, Kamis, (12/9/2024).

NPM, Manado – Pengadilan Negeri Manado kembali menggelar sidang praperadilan dugaan kasus penyelundupan emas batangan seberat 18,73 kilogram, Kamis (12/9/2024).

Diketahui, praperadilan ini melibatkan Hj Lilis Suryani Damis yang merupakan pemilik emas sebagai pemohon.

Sedang pihak termohon Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut.

Sidang lanjutan kali ini menghadirkan dua saksi ahli dari Universitas Sam Ratulangi, Dr Michael Bahrama SH MH sebagai Ahli Hukum Acara Pidana dan Dr Abdurrahman Konoras, Ahli Hukum Perdata.

Kedua saksi ahli ini dihadirkan oleh kuasa hukum pemohon.

Usai persidangan, Kuasa Hukum Pemohon, Dr Santrawan Paparang, SH, MH mengatakan, kliennya pada waktu itu belum dalam kapasitas sebagai saksi, tersangka, maupun terdakwa.

“Sehingga kaitan dengan pasal 39 yang diangkat dalam rumusan oleh ahli pidana, bahwa jelas penyitaan harus ada tersangkanya dulu,” tegasnya dihadapan para awak media.

Paparang berharap media ikut mengontrol kasus ini karena diduga ada menyimpang dari ketentuan hukum.

“Hal ini menyimpang dari ketentuan, oleh karena itu mohon kontrol,” kata Santrawan.

Dia juga mengungkapkan bahwa seluruhnya yang diajukan dalam persidangan mampu dibuktikan.

“Kami sudah mampu membuktikan, selanjutnya kita lihat untuk putusannya seperti apa. Putusan adalah kewenangan dari hakim. Apapun hasilnya sama-sama kita hormati. Perjuangan masih belum selesai,” tegasnya.

Ditempat yang sama, Kuasa Hukum Hanafi Sale SH, menjelaskan menurut pendapat ahli dalam persidangan, tindakan penyitaan barang bukti 18.73 kg emas tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, terutama dalam kaitannya dengan tahapan penyitaan dan pengembalian barang bukti.

Menurut Hanafi, bahwa proses penyitaan harus melalui tahapan yang jelas dan terukur, termasuk pemberian waktu yang cukup untuk pengkajian barang bukti oleh pihak terkait sebelum dilakukan penyitaan kembali.

Katanya, penyitaan barang bukti sejatinya harus memenuhi ketentuan yang diatur oleh undang-undang itu sendiri.

“Kita mengacu pada Pasal 8 Ayat 32 yang pada intinya keadaan yang sangat mendesak itu wajib hukumnya tanpa harus ada ijin ketua pengadilan terlebih dahulu, itu dapat dilakukan,” ujarnya.

Menurutnya, jika keadaan normal dan tidak mendesak wajib hukumnya harus ada ijin dari Ketua PN.

Sedangkan keadaan yang normal-normal itu wajib hukumnya memenuhi pasal 38 ayat 1, wajib hukumnya harus ada ijin ketua pengadilan negeri setempat. Jadi fakta yang terjadi bahwa penyitaan tanggal 7 Agustus tanpa ijin ketua pengadilan.

“Dikaitkan dengan fakta yang ada, termohon itu sejak awal telah melakukan penyitaan yang tanpa ijin ketua pengadilan pada tanggal 7 Agustus itu, sudah dilakukan penyelidikan tanggal 2 Agustus. Sudah LP juga, menurut apa yang disampaikan penyidik,” terangnya.

“Dalam persidangan tadi kita adu debat, karena memang apa yang disampaikan hakim itu adalah tepat bahwa yang kaitan dengan praperadilan itu formil perkara yang disangkakan termohon kepada pemohon,” tambah Hanafi.

Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan jumlah emas yang signifikan dan dugaan penyimpangan prosedur hukum.

Hal ini sangat dimohonkan Hj Lilis agar bisa mendapatkan keadilan.

“Saya minta keadilan ditegakan, mohon keadilan,” singkat Hj Lilis.

Adapun, sidang lanjutan akan digelar Jumat (13/9/2024) deng agenda pembuktian dari pihak termohon. (adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *