Mengukur Kinerja Dosen, Haruskah dengan Kayang atau Korpol untuk Bayar Tukin Full for All

Boyke Rorimpandey. (ist)

NPM, Manado – Persoalan TUKIN Dosen sampai saat ini belum jelas keberadaannya.

Setelah berbagai tayangan berita terkait Tukin nampaknya masih diperdebatkan, maka Boyke Rorimpandey sebagai dosen Unsrat yang pernah ikut aksi damai pada tanggal 3 Februari 2025 di sekitaran Istana Presiden menegaskan judul artikel ini mungkin terkesan tidak serius.

Mungkin juga ada yang menganggap, bahwa tulisan ini hanya semacam humor belaka. Padahal sejatinya tidak.

Tulisan ini adalah sebuah tulisan serius yang sudah sepatutnya menjadi bahan pengambilan kebijakan oleh pemerintah terkait polemik TUKIN Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) yang sampai saat ini masih diperdebatkan.

Boyke Rorimpandey menegaskana bahwa, berdasarkan regulasi, Dosen ASN Kemdiktisaintek diwajibkan memenuhi beban kerja yang menggunakan satuan SKS (Satuan Kredit Semester).

Setiap semesternya, dosen harus memenuhi beban kerja setara 12-16 SKS. Melalui pelaporan Beban Kerja Dosen (BKD) inilah, dosen diukur kinerjanya.

Atas capaian kinerja ini, dosen kemudian diberikan tambahan upah senilai satu kali gaji pokok. Kita mengenalnya dengan tunjangan profesi (Sertifikasi Dosen/Serdos).

Sekali lagi, atas kinerja setara 12-16 SKS ini, dosen mendapatkan tambahan upah yang bernama tunjangan profesi. Nilainya setara satu kali gaji pokok yang sesuai pangkat, golongan, dan masa kerja dari dosen yang bersangkutan.

Kemudian waktu berjalan, diterapkannya tambahan upah untuk Dosen ASN Kemdiktisaintek yang bernama tunjangan kinerja.

Tambahan upah ini dilaksanakan jauh hari setelah UU Guru dan Dosen diberlakukan. Tunjangan kinerja ini diberikan kepada seluruh Dosen ASN Kemditisaintek atas capaian kinerjanya.

Besarannya tidak dipatok hanya sebesar satu kali gaji pokok, namun berlipat-lipat lebih besar daripada itu.

Alhasil, tambahan upah atas kinerja seorang Dosen ASN Kemdiktisaintek, yang dinamakan tunjangan profesi ini, tertinggal jauh.

Besarannya teramat timpang dibandingkan tambahan upah yang bernama tunjangan kinerja bagi ASN lain berikut perbandingannya:

Ditegaskan Boyke, wajarlah jika dosen ASN Kemditisaintek menuntut pemberian tambahan upah atas kinerja yang sama. J

ustru sebuah kedunguan, jika ada dosen yang tidak menuntut itu, tegas Boyke selaku Pembina Adaksi Sulut.

Dosen ASN Kemditisaintek yang telah bekerja dan terukur kinerjanya selama ini melalui pelaporan BKD, berhak mendapatkan tambahan upah yang besarannya seperti tunjangan kinerja ASN lainnya.

Sekali lagi, dosen sudah bekerja dan terdapat metode pengukuran kinerja yang sangat jelas. Tambahan upah yang dituntut adalah sejak tahun 2020. Diskon besar sudah diberikan oleh para dosen ASN Kemditisaintek.

Padahal ketimpangan sudah terjadi sejak tunjangan kinerja diberlakukan. Sungguh baik hati sekali dosen ASN Kemditisaintek, tetapi tidak diimbangi dengan penghargaan yang layak.

Sayang, kebaikan hati dosen dibalas dengan perlakuan keji pejabat kementerian. Lebih tragis lagi, pejabat di Kemditisaintek tempat dosen bernaung.

Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar M. Simatupang telah berulangkali melakukan perbuatan tidak terpuji dengan pernyataan-pernyataannya.

Sama sekali tidak ada keberpihakan kepada dosen. Padahal beliau juga sebagai dosen. Parahnya, dia pernah juga berjuang menuntut kesejahteraan di mana beliau bertugas sebagai dosen di ITB.

Paling akhir, Togar menyatakan tunjangan kinerja bukan gaji buta. Tuntutan rapel tunjangan kinerja oleh dosen, dianggap sebagai upaya meminta gaji buta.

Bagi Togar, tidak bisa mengukur kinerja dosen lima tahun lalu.

Sontak saja, berbagai kecaman terhadap pernyataan Togar disampaikan oleh dosen-dosen ASN Kemdiktisaintek.

Togar harus sadar, bahwa dirinya sudah dianggap sebagai musuh bersama oleh para dosen. Sayang, kesalahan yang sama selalu diulanginya.

Kembali ke pengukuran kinerja dosen. Jika Togar dapat mencerna apa sebenarnya esensi dari tunjangan kinerja, saya yakin tidak akan ada pernyataan tendensius seperti itu, tegas Boyke.

Berikut beberapa usulan pengukuran kinerja dosen untuk waktu lampau, jika memang Togar berkeinginan mengukurnya. Mengacu pada beberapa regulasi tambahan upah untuk ASN pada beberapa kementerian dan lembaga lain.

Pertama, laporan BKD. Data ini tersedia, bahkan jika mau, sejak tahun 2011 juga sudah. Jika ingin memasukkan sebagai kehadiran sebagai bagian dari kinerja, data rekaman kehadiran dosen pun tersedia.

Masih kurang? Ada data Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang dapat di akses melalui Aplikasi SISTER Kemdiktisaintek.

Lalu apakah para dosen harus koprol atau kayang untuk dapat dianggap berkinerja?.
Semoga di bulan ramadan ini, semua pihak yang terkait dengan polemik utang negara atas kekurangan HAK Upah Dosen, dapat membuka hati dan pikirannya.

Yang terhormat Presiden Prabowo, Mendiktisaintek berikut Sekjennya, Menko PMK, MenPANRB, dan Menkeu, dapat mengambil kebijakan dengan hati dan pikiran yang tenang.

Selamat berpuasa bagi yang mejalankan. Marhaban Ramadan, marhaban keadilan bagi dosen ASN Kemendiktisaintek.

Salam Hangat, Boyke Rorimpandey Pembina ADAKSI Wilayah Provinsi Sulawesi Utara, SEMARJAYA TUKIN FULL FOR ALL. (*/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *