Oleh: Ferry Daud Liando
Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat
Presiden Prabowo berencana menggelar retreat bagi seluruh kepala daerah hasil pilkada 2024. Secara sederhana retreat dapat diartikan dengan merawat (treat) kembali/lagi (re).
Tujuannya adalah untuk menemukan tujuan hidup baru, untuk melakukan refleksi diri, mempererat hubungan dengan Tuhan serta merencanakan strategi jangka panjang organisasi.
Semoga saja rencana Prabowo ini bertujuan untuk hal-hal baik. Pertama. Secara filosofis, rencana ini tidak bertentangan dengan konstitusi. Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan.
Ciri negara kesatuan; tidak ada negara dalam negara, sehingga remote control kekuasaan tetap bertitik pijak pada pemerintahan pusat.
Meski Indonesia menganut kebijakan otonomi daerah namun arah pembangunan tetap dilakukan secara terpusat.
Inilah yang membedakan negara kedatuan dengan negara yang menganut pemerintahan federal seperti USA, Australia dan bekas negara Uni Soviet.
Kedua secara juridis, wacana ini tidak bertentangan dengan undang-undang. Kepala Daerah terutama Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat di daerah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal ini menjelaskan bahwa gubernur merupakan perangkat pemerintah pusat. Pasal ini memang menjadi dilema bagi Gubernur terutama perbedaan latar belakang partai politik antara presiden dan gubernur.
Meski sedang dalam proses sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi, namun secara keseluruhan PDIP menang di beberapa provinsi seperti di DKI, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan hampir semua di provinsi-provinsi Pulau Papua.
PDIP hingga tulisan ini dibuat tidak bergabung dengan Pemerintahan KIM Plus Prabowo. PDIP adalah partai idiologis, kelembagaanya sangat kuat dan mengakar, kader-kadernya dikenal sangat militan dan sangat patuh pada kendali Ketua Umum PDIP.
Sehingga memungkinkan ketaatan mereka terhadap Prabowo berpotensi tak sejalan dengan ketaatan terhadap ketua umumnya.
Kendali matahari kembar dalam institusi kekuasaan bukan perkara mudah untuk suatu tujuan khusus.
Daerah-daerah yang kondisi fiskalnya pas-pasan belum tentu akan mendukung kebijakan makanan gratis di sekolah. Apalagi ada prioritas-prioritas program lain yang lebih dibutuhkan di daerah serta prioritas politik yang dijanjikan kepala daerah saat kampanye pilkada.
Wacana retreat dengan maksud membangun ketaatan dan loyalitas kepala daerah terhadap pemerintah pusat sepertinya bertujuan untuk treatmen atau tindakan cuci otak.
Cuci otak adalah istilah yang merujuk pada proses mengubah keyakinan atau perilaku seseorang secara paksa. Cuci otak juga bisa diartikan sebagai upaya menghilangkan gagasan yang ada di dalam otak dan menggantinya dengan yang baru.
Membangun loyalitas pemerintahan bermaksud juga mencegah intervensi pihak lainnya seperti loyalitas kepada cukong dan tokoh-tokoh agama.
Terbukti selama ini banyak biaya kampanye berasal dari para cukong atau pemilik modal. Kompensasinya jika calonnya menang maka sebagian besar proyek, pengelolaan sumber daya alam dan perijinan di daerah dikendalikan oleh para cukong.
Sebagian kepala daerah tidak bisa berbuat apa-apa, karena jasa para cukong ia bisa memiliki modal untuk uang mahar membeli SK Parpol dan uang untuk menyuap membeli suara pemilih.
Loyalitas lain dilakukan juga terhadap tokoh-tokoh agama. Sebab pengaruh para tokoh agama terhadap umat untuk memilih calon tertentu sangatlah kuat. Sehingga banyak kepala daerah harus manut pada “bisikan” para tokoh agama.
Banyak daerah melarang pendirian rumah ibadat. Hal ini diduga karena hasil bisikan. Jika tidak manut maka pilkada berikut akan jadi taruhan.
Ketiga secara Sosiologis retreat ini bermakna pada kepentingan masyarakat. Tidak semua aktor kepala daerah memiliki motivasi menjadi pemimpin untuk membantu rakyatnya.
Data KPK bahwa sebagian besar kepala daerah merampok uang rakyat dengan motif untuk memperkaya diri dan atau mengumpulkan uang untuk membeli suara rakyat pada pilkada selanjutnya.
Fungsi retreat setidaknya memastikan agar kepala daerah memberi diri seutuhnya untuk mengabdi dan melayani rakyatnya.
Retreat ini juga bermanfaat sebagai bentuk mitigasi agar menghindari adanya konflik kepala daerah dan wakilnya.
Pada pilkada 2024 banyak paslon terbentuk sebelum adanya putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Sebelumnya syarat pencalonan adalah parpol atau gabungan parpol yang memiliki sebanyak 20 persen kursi di DPRD atau memiliki 25 peren suara hasil pemilu.
Pasangan calon sebagian terbentuk akibat kawin paksa, hanya sekedar agar syarat 20 persen atau 25 persen terpenuhi. Pembentukan pasangan yang terbangun karena idiologi dan visi politik yang sama tidak terjadi.
Sebagian besar dimotivasi sebatas untuk kepentingan kemenangan semata. Maka wajar jika kepemimpinan baru menjelang enam bulan, keduanya sudah konflik sampai di akhir periode.
Akibatnya keduanya tidak lagi mengurus rakyat tapi saling mematikan langkah satu sama lain. Birokrasi menjadi terpecah karena memiliki matahari ganda dalam pemerintahan.
Keduanya tanpa malu mengumbar aib masing-masing ke publik. Bahkan banyak cerita bahwa wakil kepala daerah kerap melaporkan kepala daerah ke KPK atau ke penegak hukum lainnya.
Retreat diharapkan dapat memperjelas komitmen politik para kepala daerah termasuk membekali mereka dengan kapasitas dasar sebagai pemimpin pemerintahan. Sebagian telah memiliki pengalaman kepemimpinan.
Namun sebagian besar masih sangat diragukan. Mereka di calonkan oleh parpol bukan atas dasar kemampuan kepemimpinan yang dimiliki, tapi sebagian diduga atas godaan uang mahar yang disetorkan ke parpol.
Ada juga karena faktor popularitas dan oleh karena kekerabatan dengan elit parpol. Itulah sebabnya banyak daerah tidak berkembang apalagi untuk mensejahterahkan rakyatnya.
Daerah yang tertinggal dan bermasalah biasanya di pimpin oleh kepala daerah yang tidak memiliki inovasi bagaimana memajukan daerahnya.
Dalam otaknya kerap hanya dirasuki bagaimana agar menjadi kaya dan bagaimana agar terpilih kembali. Proses rekrutmen calon kepala daerah yang dilakukan secara instan di parpol menjadi penyebab penyakit ini.
Retreat tak sekedar untuk cuci otak semata bagi kepala daerah tali juga untuk cuci darah. Cuci darah atau hemodialisis dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak atau tidak berfungsi dengan baik.
Selama ini memang banyak kepala daerah yang dinilai rusak, tidak lagi memiliki fungsi dalam mensejahterakan masyarakat di daerah.
Semoga hasil retreat kinerja kepala daerah akan menjadi lebih baik dan berdampak pada kesejahteraan rakyatnya. (*}