Sulut  

Sumbangan Kampanye Dianggap Suap yang Dilegalkan, Ini Penjelasan Ferry Liando

Ferry Daud Liando. (foto: dok)

NPM, Manado – Peserta pemilu dalam tahapan kampanye diperbolehkan menerima sumbangan dana dari masyarakat. Namun demikian motif pemberi sumbangan dan penggunaan sumbangan itu harus diwaspadai.

“Dalam hal pemberian sumbangan tidaklah mungkin pemberi sumbangan tidak akan menuntut kompensasi,” ujarnya Dosen Kepemiluan Fisip Unsrat, Ferry Daud Liando, Jumat (12/1/2024).

Liando menanggapi adanya Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi dari luar negeri yang mengalir ke rekening bendahara 21 partai politik menjelang Pemilu tahun 2024.

Dimana transaksi luar negeri itu meningkat dari total 8.270 transaksi pada tahun 2022 menjadi 9.164 transaksi di tahun 2023.

Ia menilai pihak yang paling sering menjadi pemberi sumbangan adalah para pemilik modal atau pebisnis. Sehingga, bukan tidak mungkin para pebisnis ini terhindar dari kepentingan menjaga dan memperluas bisnisnya melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.

“Pemberian sumbangan sepertinya untuk memperluas pengaruhnya di lembaga-lembaga politik. Jika para pemodal ini memiliki banyak akses di DPR/DPRD, maka akan ada kesempatan baginya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah baik dalam pembentukan undang-undang,” terang Liando.

Kemudian lagi pengaruhnya seperti penyusunan perda, lelang proyek, kemudahan perizinan, potongan retribusi, pembebasan lahan, alih fungsi lahan dan intervensi kebijakan-kebijakan lain.

“Pihak PPATK menemukan aliran dana asing masuk ke parpol. Aliran itu harus ditelusuri motifnya. Apa kepentingan asing itu terhadap pemilu kita. Jangan sampai ada kompensasi obral perijinan pengelolaan sumber daya alam. Jika SDA di eksploitasi maka dampak buruknya adalah kerusakan lingkungan,” jelas dia.

Selain menelusuri motif sumbangan dana kampanye, hal yang patut diwaspadai juga adalah pemanfaatan dana kampanye oleh caleg.

“Jangan sampai sumbangan itu dimanfaatkan untuk jual beli suara,” lanjut dia.

Menurutnya lagi, selama ini biaya caleg menjadi mahal karena caleg kerap menggunakan uang yang banyak untuk menyuap pemilih agar mendapat dukungan suara.

Dalam PKPU nomor 18 tahun 2023 yang mengatur tentang dana kampanye hanya mengatur batasan nominal dana yang disumbangkan serta pihak-pihak yang tidak diperbolehkan dalam memberikan sumbangan.

PKPU tidak membatasi berapa jumlah pihak yang diperbolehkan. Sebab jika hal ini tidak di atur maka akan sangat menyulitkan caleg yang akan terpilih.

Semakin banyak pihak yang menyumbang, maka akan semakin banyak kompromi parpol dan caleg terhadap berbagai pihak. Semakin tinggi sumbangan maka semakin tinggi kompensasi yang diberikan.

Sumbangan dana kampanye itu tidak ada bedanya dengan suap. Sebab suap itu dianalogikan dengan pemberian sesuatu dari seseorang agar mendapatkan keuntungan.

“Jadi sumbangan dana kampanye itu sesungguhnya adalah suap yang di legalkan,” pungkas Liando.

Disatu sisi, Ferry mengatakan ada beberapa modus kejahatan yang perlu diwaspadai Bawaslu.

Pertama, nominal sumbangan dari perorangan dibatasi 2,5 milyar. Namun untuk memanipulasi lebih dari nominal itu ada pihak penyumbang menggunakan nama orang lain.

Kedua, nominal sumbangan dari perusahaan maksimal Rp25 milyar. Namun ada penyumbang yang menggunakan nama perusahaan lain atau menggunakan anak perusahaan agar bisa memberikan melebihi maksimal nominal yang diatur.

Ketiga, bagi penerima wajib membuat rekening khusus dana kampanye. Hal itu untuk memudahkan pengawasan. Namun selama ini terdapat rekening lain yang diduga menjadi rekening penerimaan yakni rekening parpol dan rekening relawan dan rekening pribadi caleg ketua parpol.

Keempat, pihak penyumbang dibatasi. Pihak BUMN/D, Penyelenggara pemerintahan dan pihak lain yang identitasnya tidak jelas. Namun untuk mengelabui pemeriksaan maka penyumbang yang dilarang kerap menggunakan nama lain.  (*/don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *