NPM, Manado – Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah lembaga tempat cuci piring sebagaimana yang terjadi belakangan ini.
Permasalahan yang tidak tuntas di DPR ujungnya digiring ke MK.
Pilihan apakah pemilu akan menggunakan sitstem proporsional terbuka atau tertutup harusnya cukup dibahas di DPR, tidak perlu ke MK.
Hal itu dikatakan Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat Ferry Daud Liando ketika menjadi narasumber pada kegiatan webinar yang di gelar Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementeriam Dalam Negeri, Rabu 7 Juni 2023.
Kegiatan bertajuk Memahami Sistem Pemilu Dari Perspektif Ilmu Pengetahuan dan Referensi Pelaksanaan di Berbagai Negara di Dunia itu menghadirkan sejumlah pembicara tersohor.
Seperti Prof Dr Ramlan Surbakti (Dosen Unair), Prof Dr Siti Zuhro (Peneliti Politik BRIN), Dr Titi Anggraini (Dosen UI) dan Dr Zainal Arifin (Dosen UGM).
“Masing-masing parpol di DPR punya kepentingan soal sistim pemilu yang efektif,” ujarnya.
Untuk memperjuangkannya, lanjut Liando, perlu strategi.
Jika ternyata kepentingannya kalah diperjuangkan dalam pembentukan undang-undang, maka parpol yang kalah harus iklas dan tidak boleh melakukan usaha lain diluar parlemen.
Sejak Pemilu 2014, PDIP sudah ngotot agar UU Pemilu menggunakan sisitim pemilihan daftar tertutup namun usaha mereka selalu kalah suara dengan parpol yang menghendaki sistim proporsional terbuka.
“Jika kalah dukungan harusnya iklas, jangan lagi memanfaatkan MK untuk mengoreksi norma UU Pemilu yang berlaku saat ini. MK bukan lembaga tempat cuci piring”.
“Urusan yang tidak selesai di lembaga politik selalu digiring ke MK,” tukasnya.
Liando menilai, sistim apapun yang hendak dipilih tetap akan melahirkan resiko. Jika proporsional tertutup maka potensi yang bisa terjadi adalah penetapan nomor urut caleg bisa saja didasarkan atas hasil lelang.
“Siapa menyetor uang terbanyak maka berhak mendapat nomor urut 1 atau 2,” terang Liando.
Jika proporsional terbuka, dikhawatirkan para caleg hanya akan dimanfaatkan parpol untuk mengumpul suara sebanyak-banyaknya tanpa ada kontribusi dari parpol soal pembiayaan kampanye.
“Saya menduga caleg hanya dimanfaatkan parpol agar membiayai sendiri kampanye mulai dari kebutuhan logistik, tim relawan, saksi ataupun biaya menyogok pemilih untuk membeli suara. Sebab sebagian parpol belum sehat dari sisi pembiayaan kampanye”.
Kegiatan webinar dibuka langsung oleh Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Dr Bahtiar. (don)