Opini  

Mimpi Indah Tentang Kota Kinatouanku Tondano

Oleh: Bert Toar Polii

NEW POSKO MANADO, MINAHASA – Tondano kota kelahiranku itu seharusnya kota yang indah. Karena selain ditepi danau Tondano, kota ini dibelah Sungai Tondano. Selain itu dikeliling persawahan yang menghijau serta pegunungan hijau.

Ada tiga gunung dan satu bukit yang menghiasi area sekitar danau, Gunung Lembean, Gunung Kaweng, Gunung Masarang dan Bukit Tampusu.

Satu yang terlihat jelas adalah Gunung Kaweng yang menjulang tinggi dari tepi danau. Untuk sampai di lokasi wisata ini, setiba di Manado, lanjutkan perjalanan 30 km ke Tomohon. Dari sini, jarak ke Danau Tondano hanya 3 km, sekitar 20 menit perjalanan.

Johann Friedrich Riedel, zendeling (pengabar Injil) besar dari Jerman, pertama kali mengunjungi Tondano, tahun 1831. Dia sangat terpesona ketika di lokasi itu dia menjumpai sebuah danau yang indah.

“Di depan kami terbentang danau biru Tondano. Dikelilingi pegunungan hijau di setiap pemandangan,” ujar Riedel kala itu.

Reinhold Grundemann merekam pengalaman Riedel dalam bukunya, Johann Friedrich Riedel: Ein Lebensbild aus der Minahassa auf Celebes (Gütersloh: C. Bertelsmann) terbit tahun 1873.

Sayang, kita semua lalai mengelola ini. Danau Tondano sekarang dipenuhi enceng gondok dan kedalamannya semakin terkuras. DAS Tondano tidak dirawat sehingga mengakibat luapan banjir.

Sungai Tondano lebih parah lagi selain penuh enceng gondok juga sudah sangat dangkal dan kotor. Persawahan sudah tidak ditanami karena selain sudah tidak subur banyak kendala lain yang membuat bertani jadi tidak menguntungkan.

Semoga tidak terlambat mengelola ini, karena jika Likupang yang direncanakan jadi ikon baru pariwisata di Indonesia terwujud maka Tondano pasti akan kelimpahan turis. Disamping potensi wisata alam, Tondano punya modal budaya yang kuat.

Selain itu, sangat bagus untuk wisata religi karena toleransi beragama di Tondano sangat kuat, selain Masjid Agung Al-Falah Kiai Mojo berada di Kampung Jawa Tondano, Kecamatan Tondano Utara

Satu-satunya Synagoga di Indonesia yaitu Sinagoga Shaar Hashamayim di Tondano Barat. Synagoga adalah tempat ibadah komunitas Yahudi.
Kemudian ada Pure Danu Mandara sebagai satu satunya pusat peribadatan Agama Hindu di Tondano.

Adapun letak Pura tersebut di bangun persis pinggir sebelah kiri di ruas jalan dari Desa Kiniar, Tondano ke arah Desa Touliang oki.

Kalau bicara Gereja tentu saja banyak karena saat ini hampir semua kampung sudah punya gereja sendiri dengan pusatnya Gereja Sentrum, gereja tertua di Tondano.

Situs sejarah juga ada yaitu Benteng Moraya yang jika dilengkapi dengan kisah heroik Perang Tondano dan Terjadinya Danau Tondano pasti akan lebih menarik.

Tradisi lebaran ketupat Jaton, Nataru, Pengucapan Syukur, Kunci Taong jika dikemas dengan baik pasti akan menjadi daya tarik sendiri.

Pulau Likri ditengah Danau Tondano dibuat replika perahu Nabi Nuh kemudian ada Gereja Oikumene akan menarik apalagi jika revitalisasi Danau Tondano sukses.

Ketertinggalan Kota Tondano bisa menjadi “blessing in disguise” dengan menjadikannya sebagai kota tua.

Tondano yang datar dan tata kota yang dibuat oleh Inggris dimana jalannya seperti kotak-kotak bisa dijadikan kota sepeda apalagi sampai saat ini kemacetan belum menjangkiti kota ini. Karena dari dulu penduduknya senang bertanam bunga baik di halaman maupun di rumah maka mungkin juga bisa diarahkan menjadi kota bunga atau kota hijau. Semua ini ternyata hanya mimpi. (*)

Editor: Donny Piri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *