Putusan MK Soal Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal, Liando: Ada Dilema Pasal Inkonstitusional

Ferry Daud Liando. (ist)

NPM, Manado – Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan dua tahapan pemilu yakni pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal.

MK mengusulkan pemungutan suara nasional diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

Dosen Kepemiluan Fisip Unsrat Ferry Daud Liando mengatakan, jika Pemilu nasional dilaksanakan pada Tahun 2029, maka pemilu lokal baru akan dilaksanakan pada 2031 atau 2032.

Untuk menindaklanjuti putusan tersebut, maka DPR RI sebagai pembuat undang-undang bersama pemerintah segara merevisi beberapa undang-undang yang terkena dampak yakni UU 7 tahun 2017 Tentang Pemilu, UU 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 13 Tahun 2019 tentang MD3.

“Tapi kemungkinan ini akan terdapat kesulitan atau dilema bagi DPR RI dalam merumuskan undang-undang sebagai tindak lanjut dari putusan itu,” tutur Liando kepada media ini, Selasa (1/07/2025).

Pada pasal 22E UUD 1945, lanjut Liando, menyebutkan bahwa pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD serta anggota DPRD.

Dalam putusan MK menyebutkan bahwa salah satu jenis pemilu daerah/lokal adalah untuk memilih kepala daerah.

Padahal pasal 22 E tidak menyebut pemilu adalah untuk memilih kepala daerah. Pemilihan kepala daerah diatur dalam pasal tersendiri dalam UUD 1945 yakni di pasal 18.

Pasal tersebut tidak menyebutkan bahwa kepala daerah di pilih dalam pemilu.

MK mengusulkan pemungutan suara pemilu daerah diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pemilu nasional.

“Jika pemilu nasional dilaksanakan pada 2029, maka kemungkinan pemilu daerah untuk memilih DPRD akan dilaksanakan pada 2031 atau 2032,” terang dia.

Dengan demikian pada pemilu 2029 atau setelah DPRD menjabat selama 5 tahun tidak akan dilaksanakan pemilu DPRD.

Tapi pada Pasal 22E ayat (1) UUD) 1945 menyebutkan Pemilu dijalankan setiap lima tahun sekali. Jika pemilu DPRD dilaksanakan pada 2031 atau 2031 maka akan melanggar UUD 1945 atau inkonstitusional.

Hal itu tidak demikian dengan pilkada. Sebab, ayat 4 pasal 18 UUD 1945 hanya menyebut pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis.

“Ketentuan masa jabatan hanya diatur dalam UU lain, bukan dalam UUD 1945,” tandasnya. (don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *