NPM, MANADO-Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara Jems Tuuk menolak penambahan modal untuk BSG yang diambil dari APBD.
Hal ini disampaikan Tuuk saat rapat Banggar bersama BSG, pekan lalu di DPRD Sulut.
“Saya menolak pemberian modal ke BSG yang diambil dari APBD. Yang betul, BSG harus memerbaiki sistim,” katanya saat rapat bersama BSG, Kamis (1/8) di DPRD Sulut.
Tuuk juga menyentil persoalan yang ada di BSG dengan melihat data dan membandingkannya.
Pada tahun 2017 BSG profit Rp 350 miliar, memiliki aset Rp 12 triliun kemudian dana pihak ketiga Rp 10 triliun, kredit yang diberikan Rp 8 triliun.
Menurutnya, secara kasat saham pemerintah Provinsi di Bank SulutGo kurang lebih 34 persen karena dipotong 24,9 persen Mega corpora.
“Deviden yang diberikan kepada pemerintah daerah Provinsi, Rp 119 miliar. Nah, hari ini, aset kita 20 triliun ada naik 180 persen dana pihak ketiga Rp 16,2 triliun, 147 persen kredit kita, Rp 15,4 triliun tapi deviden yang dikasi, Rp 71 miliar,” ungkapnya.
Lanjut Jems, padahal di masa kepemimpinan Jems Salibana, semua fasilitas kesejahteraan dari karyawan BSG dipotong tapi profitnya malah turun.
“Saya pernah berkelakar kalau Jems Tuuk jadi direktur utama Bank SulutGo, saya bisa kasih Rp 700 miliar per tahun,” ucap Jems sambil tertawa.
Jems menilai, penjelasan Direktur Kepatuhan Bank SulutGo Machmud Turuis tidak lengkap, sehingga ia meminta kesimpulan audit tahun 2023 dan kinerja tahun 2024 sampai dengan bulan Juni.
Alasan Jems menyebutnya masih kurang, karena informasinya BOPO 20 persen, karena perhitungan BOPO tersebut akan di hitung profitnya apakah masuk akal atau tidak.
Dana pihak ketiga depositonya berapa, deposito yang mahal berapa yang murah berapa, karena terlihat di dalam laporan.
“Saya butuh data untuk mengevaluasi ini harusnya profitnya kurang lebih enam ratus lima puluh tujuh ratus. Saya curiga, BOPO ini ketinggian,” timpal Jems.
Jems juga mempertanyakan apakah BOPO tersebut digunakan oleh Direksi BSG untuk naik first class ke Amerika salah satu membebani itu atau ada kegiatan lain yang disebutnya sebagai window dressing, yang dilakukan oleh Revino Pepah.
“Dia bilang nyanda. Nah mulai sejak itu dia (Revino Pepah) tidak pernah datang,” beber Jems.
“Kalau dia melakukan window dressing pak ketua, di situ OJK bisa masuk. Ini bisa ditemukan dengan yang disebut kerah putih yang ada di BSG,” jelas Jems.
“Kenapa saya menyoroti ini? Karena saya sangat tidak percaya dengan data BOPO yang tinggi,” sambung Jems.
Jems menjelaskan, BOPO adalah Beban Operasional bahagi Pendapatan Operasional kalau dia turun 80 persen, something.
“Ini depe penyakit membuat Bank SulutGo nda bisa eksis,” terang Jems.
Jems pun tidak setuju terhadap rencana penambahan Rp 100 miliar yang diambil dari APBD sebagai penambahan modal di BSG, sebelum DPRD mendapatkan data 5 tahun terakhir untuk dianalisa terlebih dahulu.
“Hampir sepuluh tahun pak, saya di DPRD, deviden yang dikasih ke pemerintah, kepada rakyat Sulawesi Utara, diminta lagi oleh BSG untuk menutupi modal yang disetor,” bebernya lagi.
Tak sampai di situ saja, Jems yang melihat berbagai persoalan di Bank SulutGo itu pun dengan berat hati menyalahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulut yang tidak membina BSG.
“OJK di Sulawesi Utara makan gaji buta karena dia tidak bisa membina BSG,” sorot Jems. (red)